HARIAN MERAPI - Buruh di Kabupaten Sukoharjo terus menolak Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Penolakan didasari karena keberadaan aturan tersebut sangat merugikan. Penolakan dilakukan tanpa aksi demo turun ke jalan dan lebih mengedepankan audiensi dengan Pemkab dan DPRD Sukoharjo untuk selanjutnya disampaikan ke pusat.
Ketua Forum Peduli Buruh (FPB) sekaligus Ketua Serikat Pekerja Republik Indonesia (SPRI) Sukoharjo, Sukarno, Jumat (11/8/2023) mengatakan, FPB Sukoharjo yang berisi sejumlah serikat pekerja di Kabupaten Sukoharjo satu suara menolak dengan keras keberadaan Undang-Undang Cipta Kerja dan Perpu Cipta Kerja.
Baca Juga: Hormati Putra Terbaik Karanganyar, Yudomo Sastrosoehardjo Jadi Nama Jalan, Siapa Dia?
Sebab keberadaan Undang-Undang Cipta Kerja yang diganti menjadi Perpu Cipta Kerja tetap tidak memihak buruh dan sangat merugikan.
Penolakan buruh di Kabupaten Sukoharjo akan disampaikan melalui audiensi dengan DPRD Sukoharjo. Pilihan tersebut dilakukan dengan alasan lebih mengedepankan menjaga kondusifitas daerah tanpa aksi demo turun ke jalan. Sebab UU Ciptaker merupakan produk pusat dan di daerah tinggal menjalankan saja.
"Sejak awal FPB Sukoharjo sudah menolak Undang-Undang Cipta Kerja dan sekarang diganti menjadi Perpu Cipta Kerja tidak ada perubahan sama sekali. Tetap memberatkan dan merugikan buruh. Jelas kami tolak," ujarnya.
Baca Juga: Teliti rumput Gama Umami, Nafiatul Umami dikukuhkan sebagai Guru Besar dari Fakultas Peternakan UGM
FPB Sukoharjo sejak awal ditegaskan Sukarno sudah menyuarakan penolakan keberadaan Undang-Undang Cipta Kerja karena merugikan buruh. Harapannya Undang-Undang Cipta Kerja bisa dicabut. Namun yang terjadi justru muncul aturan pengganti yang pada intinya masih sama merugikan buruh.
"Sebenarnya dari putusan MK itu harus memperbaiki Undang-Undang Cipta Kerja tapi justru dikeluarkan Perpu Cipta Kerja yang mana masih belum memihak buruh. Banyak aturan merugikan buruh disana," lanjutnya.
Sukarno mencontohkan kerugian buruh seperti terkait uang pensiun dan status pekerja atau buruh kontrak. "Kalau buruh atau pekerja itu statusnya kontrak maka akan seterusnya kontrak. Jelas ini merugikan buruh. Harusnya bisa diangkat menjadi buruh atau pekerja tetap," lanjutnya.
FPB Sukoharjo terkait penolakan Perpu Cipta Kerja berencana akan meminta audiensi dengan DPRD Sukoharjo. Pengurus FPB Sukoharjo masih melakukan persiapan dan koordinasi dengan sekretariatan dewan Sukoharjo.
"Buruh akan kembali menyampaikan aspirasi penolakan Perpu Cipta Kerja. Sama seperti dulu saat menolak Undang-Undang Cipta Kerja," lanjutnya.
Sukarno, mengatakan, ada banyak aturan yang sangat merugikan buruh seperti Undang-Undang Cipta Kerja atau omnibus law dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 dimana upah buruh tidak lagi berpedoman pada pencapaian kebutuhan hidup layak (KHL).