HARIAN MERAPI - Masalah hak penerbit atau publisher rights masih menjadi bahan perdebatan di kalangan media.
Saat ini pemerintah sedang merancang peraturan presiden (perpres) tentang Publisher Rights.
Menurut Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong, peraturan mengenai Hak Penerbit (Publisher Rights) yang sedang dirancang pemerintah itu tak mungkin bisa memuaskan semua pihak.
Baca Juga: Cerita misteri suara drumband setiap dini hari 2, pukul tiga dini hari bangun mendengar suara bising
"Jadi tidak mungkin satu rancangan peraturan perundang-undangan atau bahkan satu kebijakan ini memuaskan semua pihak. Tetapi pemerintah sudah berupaya keras sepanjang kurang lebih satu tahun belakangan ini," ujar Usman dalam diskusi daring, Sabtu.
Usman mengatakan pemerintah telah berupaya untuk mencari titik temu dengan berbagai pihak, termasuk dengan platform digital terkait regulasi tersebut.
Salah satunya ketika platform digital sempat mempersoalkan salah satu pasal dalam rancangan Perpres mengenai Hak Penerbit.
Pihak platform, kata dia, awalnya menolak salah satu pasal dalam rancangan Perpres yang mengharuskan mereka menyeleksi berita sesuai dengan kode etik jurnalistik maupun Undang-Undang Pers.
Platform digital di antaranya menyatakan bahwa mereka belum memiliki algoritma untuk melakukan seleksi semacam itu dan menganggap kewenangan tersebut bukan bagian dari tugas mereka sebagai platform.
Setelah berdiskusi, akhirnya disepakati satu pasal dalam rancangan Perpres yang menyatakan platform tidak boleh menyalurkan berita yang tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik melalui mekanisme pelaporan. Adapun pelaporan tersebut dapat dilakukan oleh Dewan Pers, perusahaan pers, maupun masyarakat.
Sehingga, kata Usman, jika ada berita yang dilaporkan tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik, platform digital harus menghapusnya dari daftar mereka.
"Itulah salah satu cara mencari titik tengah, mencari titik temu, karena itu sebetulnya dalam proses mencari titik temu ini sangat tergantung pada para pihak maukah saling memahami satu sama lain, maukah kita tidak memaksakan gagasan kita harus diterima termasuk juga platform (digital)," ucap Usman.