Fuad Bawazier Blak-blakan di Depan Pansus BLBI DPD RI: Jujur Saya Capek Kasus Ini Belum Tuntas-tuntas

photo author
- Rabu, 21 Juni 2023 | 15:00 WIB
Mantan Menteri Keuangan era Suharto, Fuad Bawazier hadir pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pansus BLBI DPD RI di Jakarta, Selasa (20/6/2023). (Istimewa)
Mantan Menteri Keuangan era Suharto, Fuad Bawazier hadir pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pansus BLBI DPD RI di Jakarta, Selasa (20/6/2023). (Istimewa)

HARIAN MERAPI - Mantan Menteri Keuangan era Suharto, Fuad Bawazier blak-blakan pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Panitia Khusus (Pansus) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Jakarta, Selasa (20/6/2023).

Sebelumnya, Pansus BLBI DPD mengundang Fuad Bawazier bersama Budi Hartono dari Bank Central Asia (BCA) dalam RDPU tersebut.

Namun Budi Hartono mengirimkan surat sedang berada di luar negeri dan mengaku tidak tahu menahu soal BLBI.

Baca Juga: Pansus BLBI DPD RI Jilid 2 Pasang Target Pidanakan Obligor BLBI

Dalam keterangan tertulis Pansus BLBI DPD yang diterima, Rabu (21/6/2023), Fuad Bawazier mengaku agak terkejut mendapat undangan dari Pansus BLBI DPD.

Sebab hal itu adalah persoalan lama yang ia geluti saat itu, namun tak kunjung selesai hingga kini.

“Jujur saya capek melihat kasus ini kembali karena dari dahulu belum tuntas-tuntas. Saya pernah dipanggil oleh Komisi IX pada tanggal 9 Februari 2000. Pada intinya dalam rapat tersebut saya menyampaikan bahwa jika tidak ada keseriusan dalam menangani kasus ini akan kandas di tengah jalan karena banyak faktor seperti politik, hukum, dan seterusnya,” kata Fuad yang menjabat sebagai Menkeu di saat-saat krusial yakni pada 16 Maret hingga 21 Mei 1998 saat BLBI dikucurkan untuk menalangi bank-bank yang terkena rush masyarakat.

Baca Juga: Kasus transaksi Rp349 triliun di Kemenkeu, Mahfud MD : Saudara bisa dihukum menghalang-halangi penyidikan

Kepada Pansus BLBI DPD RI, Fuad Bawazier mengaku bahwa pernah menulis surat kepada Presiden Soeharto untuk meminta tindak lanjut laporan dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Menurutnya, dari Rp 109 triliun penyaluran tersebut hampir 50 persennya diberikan kepada dua bank yakni BDNI dan Bank Danamon. Dari jumlah itu, BDNI mendapatkan pinjaman sebanyak Rp 27,6 triliun dan Bank Danamon sebanyak Rp 25,8 triliun.

“Namun berdasarkan laporan dari Tim Audit Internasional dilaporkan aset setelah pemeriksaan BDNI hanya Rp 5,9 triliun dan Bank Danamon hanya Rp 13,3 triliun. Jadi pada saat itu saja, hanya untuk 2 bank tersebut pemerintah harus menanggung kerugian sebesar Rp 85 triliun dari jumlah Rp 48,2 triliun ditambah Rp 37,3 triliun,” papar Fuad Bawazier.

Baca Juga: Sri Adiningsih meninggal, Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengaku kehilangan sahabat baik

Dikatakan, BLBI sebetulnya terang-terangan membuat perbuatan kriminal karena pada saat itu bank-bank melakukan penyimpangan. Misalnya, Bank Danamon dan BDNI menggunakan skema ambil kredit terhadap banknya sendiri dengan memanfaatkan karyawan tukang parkir dan sebagainya.

“Atas kejadian itu harusnya BI mengambil tindakan namun ada pertimbangan besar karena atas dasar takut turunnya kepercayaan masyarakat. Karena pertimbangan tersebut BI mengambil tindakan untuk menalangi bank-bank itu. Kalau melihat tanggapan Presiden Soeharto pada saat itu sangat marah melihat kasus BLBI ini. Sampai merespons, orang itu baiknya kirim ke Nusakambangan saja,” ujar Fuad.

Dalam paparannya Fuad Bawazier juga menjelaskan mengenai obligasi rekap (OR) BLBI yakni surat yang menyatakan pemerintah berutang kepada sejumlah bank, yang merupakan akal-akalan IMF agar neraca bank tampak positif.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Sutriono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Ada jaksa yang ditangkap dalam OTT KPK di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:15 WIB
X