Sudah Saatnya Pemerintah Rangkul Media yang Dipercaya Rakyat, Bukan Influencer

photo author
- Selasa, 2 September 2025 | 20:30 WIB
Potret aksi demo di area Gedung DPR dan MPR RI, Jakarta Pusat, pada Kamis, 28 Agustus 2025.  (harianterbit.com/Aldi Tsaqif)
Potret aksi demo di area Gedung DPR dan MPR RI, Jakarta Pusat, pada Kamis, 28 Agustus 2025. (harianterbit.com/Aldi Tsaqif)

Kasus lainnya adalah kampanye Omnibus Law dengan tagar “Indonesia Butuh Kerja”. Sejumlah influencer yang ikut mempromosikan akhirnya meminta maaf karena mengaku tidak paham isi kebijakan.

Hal ini menunjukkan influencer rawan jadi alat propaganda tanpa dasar pengetahuan yang mumpuni. Adapun sebuah penelitian internasional yang membuktikan influencer bukanlah solusi untuk digunakan sebagai melakukan agenda politik.

Riset Internasional: Influencer Bukan Solusi

Riset Pew Research Center tahun 2024 di Amerika Serikat menunjukkan hanya 20 persen warga yang rutin mendapat berita dari influencer. Bahkan sebagian besar influencer tidak punya latar belakang jurnalistik.

Baca Juga: Marak disinformasi terkait demo, begini menurut analisis pakar komunikasi IPB

Artinya, meski mereka populer, kualitas informasi yang mereka sebarkan sering kali diragukan. Hal yang sama bisa terjadi di Indonesia jika pemerintah pada akhirnya dinilai terlalu bergantung pada mereka.

Lantas, mengapa media massa dinilai dapat lebih dipercaya masyarakat ketimbang influencer di media sosial? Hal ini berkaitan dengan kredibilitas standar berita media jurnalistik.

Media Bisa Jaga Demokrasi

Selain soal kredibilitas, media juga berperan penting dalam menjaga ruang demokrasi. Dengan menghadirkan informasi berimbang, media membantu publik memahami kebijakan negara secara utuh.

Baca Juga: Inilah makanan yang bisa bantu perbaiki mood usai melihat kabar buruk di media

Jika pemerintah hanya mengandalkan influencer, ruang kritik bisa tergerus karena narasi publik dikendalikan oleh buzzer yang dibayar. Itu sebabnya, banyak akademisi mengingatkan agar Presiden kembali pada pola komunikasi klasik yang melibatkan media.

Melihat kritik, data, dan pengalaman buruk masa lalu, jelas menunjukkan buzzer bukan jalan keluar. Presiden Prabowo perlu hadir lebih sering di media massa, menjawab kegelisahan rakyat dengan fakta dan solusi.

Di sisi lain, media massa juga memiliki mekanisme verifikasi dan standar jurnalistik, jauh lebih mampu menjaga kepercayaan publik.

Baca Juga: Marak Demonstrasi, Pemkot Yogyakarta Tetapkan Pembelajaran Daring Selama Dua Hari

Pada akhirnya, sebagian publik menilai sudah saatnya Presiden Prabowo meneguhkan pilihan untuk merangkul media massa yang terbukti kredibel dan menjadi rumah besar bagi rakyat. *

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Husein Effendi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Ada jaksa yang ditangkap dalam OTT KPK di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:15 WIB
X