Delegasi Indonesia dalam perundingan tarif ini akan dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Ia optimis, perundingan dengan otoritas AS bisa berjalan optimal karena dilakukan antar-pejabat setingkat menteri.
Sejalan dengan itu, Airlangga mengungkapkan bahwa Indonesia tengah merancang sejumlah opsi negosiasi yang akan dibawa dalam forum resmi di Washington.
Langkah diplomasi dipilih pemerintah sebagai jalan keluar yang saling menguntungkan tanpa perlu melakukan aksi balasan terhadap tarif dari AS.
"Indonesia sendiri akan mendorong beberapa kesepakatan dan dengan beberapa negara ASEAN, menteri perdagangan juga berkomunikasi selain dengan Malaysia juga dengan Singapura, dengan Kamboja dan yang lain untuk mengkalibrasi sikap bersama ASEAN," ujar Airlangga.
Sebelum pertemuan bilateral dengan Amerika Serikat, Indonesia dijadwalkan bertemu dengan pimpinan negara-negara ASEAN pada 10 April 2025 untuk menyamakan langkah.
Dalam diskusi dengan para pelaku usaha, pemerintah menyampaikan bahwa telah menyiapkan empat strategi utama.
Pertama, Indonesia akan mengusulkan revitalisasi perjanjian Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) yang dinilai sudah usang karena ditandatangani sejak 1996.
"Karena TIFA sendiri secara bilateral ditandatangani di tahun 1996 dan banyak isunya sudah tidak relevan lagi sehingga kita akan mendorong (revitalisasi) berbagai kebijakan itu masuk dalam TIFA," jelas Airlangga.
Kedua, pemerintah menawarkan deregulasi kebijakan Non-Tariff Measures (NTMs), termasuk relaksasi aturan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) untuk sektor TIK, serta evaluasi larangan ekspor-impor barang tertentu ke dan dari AS.
Ketiga, Indonesia siap memperbesar volume impor dan investasi dari AS, termasuk melalui pembelian minyak dan gas bumi.
Solusi keempat mencakup pemberian insentif fiskal dan non-fiskal, seperti penurunan bea masuk, PPh impor, dan PPN impor untuk mendongkrak impor dari AS sekaligus menjaga daya saing ekspor Indonesia.