Skandal Korupsi Kian Menggurita, Hardjuno: Pengesahan RUU Perampasan Aset Tidak Boleh Ditunda Lagi

photo author
- Kamis, 6 Maret 2025 | 06:30 WIB
Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho (Foto: Dok. Istimewa)
Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho (Foto: Dok. Istimewa)

“RUU ini akan memungkinkan negara menyita aset koruptor sejak penyidikan, selama ada bukti yang cukup bahwa kekayaan tersebut berasal dari tindak pidana. Selain itu, ada juga konsep illicit enrichment, di mana pejabat yang hartanya meningkat secara tidak wajar bisa langsung diperiksa dan asetnya disita bila tidak bisa membuktikan asal-usulnya secara sah,” kata Hardjuno.

DPR Tak Serius

Meski sudah lama diwacanakan, pembahasan RUU Perampasan Aset terus mengalami jalan buntu. Pemerintah telah mengajukan rancangan aturan ini sejak 2003 sebagai inisiatif dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Namun, hingga kini, RUU tersebut masih belum masuk ke tahap pembahasan di DPR secara serius.

“Mandeknya RUU Perampasan Aset ini bukan tanpa alasan. Ada indikasi kuat bahwa kepentingan elite politik ikut bermain. Bagaimana mungkin aturan yang bisa memiskinkan koruptor ini akan disahkan dengan mudah, sementara banyak elite yang mungkin saja terdampak?” tegas Hardjuno.

Baca Juga: PT OTM tempat blending RON digeledah Kejagung, 95 bundel dokumen disita....

Ia juga menggarisbawahi fakta bahwa selama ini banyak kasus korupsi yang berkaitan erat dengan sumber daya alam, seperti kasus PT Timah dan skandal tata kelola pertambangan lainnya. Padahal, UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) telah menegaskan bahwa sumber daya alam harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan menjadi lahan bancakan para koruptor.

“Korupsi di sektor sumber daya alam ini ironis. Kekayaan negara yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat malah dikuasai oleh segelintir orang. Kalau RUU Perampasan Aset disahkan, ini bisa menjadi langkah strategis untuk mengembalikan aset negara yang telah dijarah,” paparnya.

Jalan Keluar: Komitmen Politik dan Independensi Aparat Hukum

Hardjuno menekankan bahwa pemberantasan korupsi yang efektif tidak cukup hanya dengan mengesahkan RUU Perampasan Aset. Ada dua syarat utama agar aturan ini benar-benar berjalan, yakni komitmen politik yang kuat dan independensi aparat hukum.

Baca Juga: Masihkah Aman Distribusi Energi Saat Ramai Pertamax Oplosan di Masyarakat? Begini Jawaban Tegas dari Pertamina

“RUU Perampasan Aset ini ibarat pisau tajam. Kalau berada di tangan yang tepat, bisa digunakan untuk membersihkan korupsi dari akar. Tapi kalau penegak hukum masih bisa diintervensi, aturan ini bisa saja mandul atau bahkan disalahgunakan,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya memperkuat lembaga antikorupsi, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang dalam beberapa tahun terakhir mengalami pelemahan secara sistematis.

“Selain mendorong pengesahan RUU Perampasan Aset, kita juga perlu mengembalikan independensi KPK yang selama ini tergerus. Tanpa KPK yang kuat dan independen, aturan sebaik apa pun tidak akan efektif,” katanya.

Baca Juga: Datangi PT Sritex, Bupati Sukoharjo pantau pendataan pencairan JHT buruh terdampak PHK

Menutup pernyataannya, Hardjuno mengajak masyarakat untuk terus mengawal isu ini agar tidak kembali tenggelam dalam dinamika politik yang penuh kepentingan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Sutriono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Ada jaksa yang ditangkap dalam OTT KPK di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:15 WIB
X