Awalnya, membuka warung bakso di Godean, lalu bisa juga membuka di sejumlan tempat, seperti Jalan Wates, Cebongan dan Nanggulan.
Pernah ada tujuh warung bakso dengan 30 karyawan, namun saat ini tinggal lima warung bakso dan memperkerjakan 15 karyawan.
Asal karyawan seperti dari Wonosari, Magelang, Wonogiri, Kulon Progo dan Sleman.
Dari semua warung bakso yang dikelola ada limbah seperti sisa nasi, bakmi dan sayur yang dapat dikumpulkan dan diberikan ke ikan bawal maupun nila.
Baca Juga: Sejumlah pihak di Liga 2 mandapatkan sanksi dari PSSI, berikut hukuman yang diterima
“Dengan catatan, sirkulasi air di kolam bisa lancar. Kalau tidak lancar, seperti sedang ada perbaikan Selokan Mataram, jika diberi pakan dari limbah warung bakso, ikan-ikan bisa banyak yang mati. Ini pengalaman saya,” terangnya.
Bapak dari tiga anak dan satu cucu ini menambahkan, memberi pakan berkualitas buatan pabrik wujud pelet biasanya sampai kisaran sebulan saja, yakni untuk mendukung pertumbuhan ikan.
Setelah itu cukup diberi pakan limbah dari warung bakso maupun pakan alami seperti daun pepaya, singkong dan mata iwak (azola).
Baca Juga: Kasus penembakan siswa SMK 4 Semarang, keluarga resmi lapor polisi
Kebetulan, pedagang sayur yang biasa untuk kulakan sayur sawi bakso/mie ayam juga biasa memberinya sayur rompesan/tak layak jual, sehingga dapat pula digunakan untuk pakan bawal dan nila di kolam.
“Kalau pakan rutinnya dari benih hingga masa panen menggunakan pelet buatan pabrik, menurut saya sulit untuk bisa mendapat untung. Kecuali jumlah kolamnya banyak dan bisa panen secara bertahap,” tandas Wasdi. *
