HARIAN MERAPI - Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo menerima Ubarampe Labuhan Merapi dari utusan Raja Kraton Yogyakarta, Ngarsa Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X, kemudian diserahkan kepada juru kunci Gunung Merapi yakni Wedono Surakso Hargo Asihono.
Labuhan Merapi adalah tradisi rutin tahunan dalam rangka memperingati Tingalan Jumenengan Dalem atau ulang tahun kenaikan tahta Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Serah terima Ubarampe Labuhan Merapi dilaksanakan di kantor Kapanewon Cangkringan, Minggu (11/2/2024).
Baca Juga: Fakta kecelakaan bus pariwisata di Bukit Bego Bantul yang tewaskan 3 orang. Begini penjelasan polisi
Adapun ubarampe yang diserahterimakan terdiri dari Sinjang Kawung Kemplang, Semekan Gadung, Semekan Gadung Mlati, Kampuh Paleng, Desthar Daramuluk, Desthar Udaraga serta Arta Tindih dan lainnya.
Setelah prosesi serah terima, ubarampe tersebut dibawa ke petilasan Mbah Maridjan yang berada di Kinahrejo dan akan dibawa ke Bangsal Sri Manganti di kawasan lereng Gunung Merapi untuk prosesi labuhan pada Senin 12 Februari 2024.
Usai prosesi serah terima uborampe, Kustini menyambut baik dengan pelaksanaan tradisi labuhan merapi ini. Tak hanya sekadar tradisi, Labuhan Merapi menjadi bentuk syukur manusia kepada Sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan karunia yang telah diberikan.
Baca Juga: Bawaslu Sleman gelar apel siaga, Wabup Sleman : Cegah secara maksimal potensi pelanggaran
"Melalui tradisi Labuhan Merapi ini menunjukkan sikap gotong royong, guyub rukun, golong gilig dan wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sekaligus memperingati Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengkubuwono X," ujarnya.
Kustini merasa bangga dengan antusiasme masyarakat Sleman dalam menyambut dan berpartisipasi dalam upacara adat Labuhan Merapi. Menurutnya, Labuhan Merapi menjadi pembuktian bahwa upacara adat masih sangat mengakar pada masyarakat dan relevan untuk dilakukan sampai saat ini.
“Upacara adat Labuhan Merapi memiliki filosofi yang bijaksana dan mengandung nilai luhur. Serta mencerminkan masyarakat Yogyakarta yang agamis, humanis dan berbudaya,” ujarnya.*