Kenapa perempuan kerap jadi target kekerasan 'debt collector' pinjol, ini jawabannya....

photo author
- Selasa, 5 Desember 2023 | 17:55 WIB
Ilustrasi pinjaman online  (Antara/HO-Kapersky)
Ilustrasi pinjaman online (Antara/HO-Kapersky)

HARIAN MERAPI - Konsumen Perempuan kerap menjadi target sasaran kekerasan seksual berbasis gender online yang dilakukan jasa debt collector atau penagih hutang dengan aksinya menyalahgunakan data pribadi sebagai alat ancaman pada peminjam perempuan.

“Persoalan ada jasa debt collector yang menyalahgunakan data pribadi konsumen secara ilegal dan mereka menggunakannya sebagai alat penekan atau ancaman, akhirnya pencurian data pribadi itu memunculkan kekerasan seksual berbasis gender online,” ucap perwakilan peneliti Departemen Kriminologi FISIP UI Reni Kartawati M.Krim dalam diskusi yang diikuti secara daring pada Selasa (5/12/2023)

Reni mengatakan penggunaan data pribadi yang disalah gunakan biasanya terkait mekanisme pembayaran, pelanggaran etik privasi karena menyebarluaskan foto atau KTP tanpa izin peminjam yang dijadikan alat kekerasan fisik verbal, psikis dan juga ekonomi.

Baca Juga: Polsek Bulaksumur Sleman Amankan Seorang Pemuda yang Melakukan Penipuan dan Penggelapan Sepeda Motor Sewaan, Ini Kronologinya

Selain menggunakan data pribadi sebagai ancaman, korban juga mengalami kekaburan profil antara pinjol legal dan illegal misalnya ada logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di platform illegal dan nama perusahaan yang kerap berubah-ubah, sehingga mempersulit konsumen perempuan untuk membedakan.

Kemudian adanya keterbatasan akses perempuan terhadap literasi digital dan keuangan juga menjadi alasan konsumen terjerumus pada penawaran dari pinjol illegal, yang akhirnya menjadi konsumtif karena tergiur dengan iklan dan tidak lagi untuk memenuhi kebutuhan pokok.

“Kekerasan yang kerap diterima perempuan dalam bentuk kekerasan verbal melalui aplikasi perpesanan yang berisi melecehkan, frekuensi menelepon tinggi berkali-kali, tidak hanya menelepon peminjam tapi orang tua, sahabat, tetangga, mengambil barang secara paksa, ada debt collector yang melecehkan secara seksual di tempat,” katanya.

Baca Juga: Tampilkan Bukti Video di Sidang Gugatan Cerai, Warga Sleman Dilaporkan Suaminya ke Polda DIY, Ini Alasannya

Dari penelitian ini, Reni mengatakan perempuan ditempatkan sebagai “pesakitan” yang dianggap lalai dan disalahkan sejak awal karena meminjam di layanan tidak legal, dianggap tidak cermat, dan terlihat konsumtif.

Hal ini menjadi kultur dan struktur yang terbentuk di masyarakat yang menempatkan perempuan sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anggota keluarganya.

Meskipun dari sisi positifnya, pinjaman online juga memberikan dampak pada peminjam perempuan jika tidak ada pilihan lain untuk meminjam, pinjaman online dinilai memberi kepraktisan akses dan cepat untuk kebutuhan mendesak dan tidak perlu datang ke tempat meminjam uang dan tidak perlu menjadi nasabah.

Rekomendasi yang ditawarkan dari penelitian ini adalah membangun kesadaran perempuan terhadap akses keuangan online sebagai bentuk kemandirian ekonomi melalui pelatihan pemberdayaan dan usaha. Dari sisi industri pinjaman online, penelitian ini merekomendasikan prinsip tanggung jawab mengendalikan penagih hutan dengan menggunakan credit score responsive gender.

Baca Juga: Pemain PSS Sleman Kim Jeffrey Ingin Bayar 'Utang' Lawan RANS Nusantara pada BRI LIga 1

Perlu juga adanya kemudahan edukasi digital finansial, permasalahan yang dibuka secara humanis dan cepat tanggap serta tata cara pengiklan yang harus memperhatikan perspektif gender.

“Perlu juga ada kode etik sanksi tindakan hukum bagi penyedia layanan fintech yang menggunakan praktik kekerasan terhadap konsumen baik yang dilakukan internal maupun eksternal seperti debt collector,” ucap Reni.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Widyo Suprayogi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Ada jaksa yang ditangkap dalam OTT KPK di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:15 WIB
X