food

Makan malam akan membuat berat badan naik, mitos atau fakta? Cek keterangan berikut ini

Rabu, 24 Januari 2024 | 22:00 WIB
Ilustrasi makanan sehat. (ANTARA/Pixabay/silviarita)

HARIAN MERAPI - Sedikitnya ada lima fakta dan mitos seputar makan sehat dan bergizi serta penerapan pola hidup yang lebih sehat bagi masyarakat.

Dokter gizi dr. Putri Sakti Dwi Permanasari, Sp.GK Pola menyatakan, makan yang sehat mencakup semua unsur gizi yang seimbang sesuai kebutuhan tubuh.

Di sisi lain, menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, jika seseorang mengonsumsi makanan yang melebihi kebutuhan tubuhnya, hal ini akan berisiko pada timbulnya penyakit.

"Seperti jantung koroner, diabetes mellitus, hipertensi, arthritis, batu empedu, dan penyakit lainnya," katanya seperti dikutip dari keterangan pers Tokopedia, Rabu (24/1/2024).

Baca Juga: Jajal Dunia Musik, Puput Apriliani Rilis Lagu Berjudul 'Ikhlaske' yang Menceritakan Kisah Hidupnya

Menurut Putri, gizi seimbang menjadi hal paling penting dalam menerapkan gaya hidup sehat.

Misalnya, selain karbohidrat sebagai sumber energi utama, tubuh juga membutuhkan sumber zat pembangun dan pengatur lainnya yang bisa didapat dari protein nabati dan hewani.

“Keduanya juga mengandung lemak yang penting bagi tubuh asalkan dikonsumsi sesuai kebutuhan,” katanya.

Oleh karena itu, berikut lima fakta dan mitos seputar makan sehat berdasarkan saran dari dokter gizi.

Baca Juga: Polisi Masih Dalami Kasus Dugaan Penganiayaan dan Penyekapan Warga Gunungkidul

1. Makan malam akan membuat berat badan naik adalah mitos

Faktanya, makan malam tidak akan membuat berat badan naik jika jumlah kalori yang dikonsumsi dalam sehari tetap sesuai kebutuhan kalori per orang dan membatasi konsumsi makanan manis serta berlemak.

Seseorang yang sedang menurunkan berat badan disarankan untuk makan malam 2 sampai 3 jam sebelum waktu tidur untuk menghindari risiko asam lambung naik. Ketika lapar saat malam hari, dokter menyarankan untuk memakan buah-buahan, seperti blueberry yang mengandung zat antioksidan.

Hindari juga mengonsumsi camilan, seperti makanan olahan atau yang digoreng dengan minyak berlebih.

Baca Juga: Tim Pemenangan Muda Ganjar Mahfud Merumput di Pasar Kemis Tangerang untuk Menyerap Aspirasi Pemuda di Banten

2. Mindful eating lebih baik dibandingkan mengurangi porsi makan adalah fakta

Mengurangi porsi makan berlebihan hingga menghindari makanan tertentu demi menurunkan berat badan justru tidak baik. Lebih baik, terapkan mindful eating karena tidak ada makanan yang terlalu baik maupun jahat.

“Mindful didasarkan pada kesadaran penuh seseorang saat makan. Misalnya, memperhatikan apa saja yang dimakan, besarnya porsi makanan, mengetahui kapan saat lapar dan saat kenyang,” kata Putri.

Masyarakat dapat mengikuti anjuran Kemenkes dengan membagi piring menjadi tiga bagian, yaitu setengah isi piring diisi oleh sayuran dan buah, sepertiga isi piring diisi oleh protein hewani (ikan, ayam, daging atau telur) sebanyak 75 gram, dan protein nabati (tempe, tahu atau kacang-kacangan) sebanyak 100 gram, serta dua pertiga atau 150 gram lainnya diisi dengan sumber karbohidrat (nasi, kentang atau jagung).

Baca Juga: PSIM Jogja Harus Perbaiki Dua Taktik Dalam Waktu Mepet Sebelum Melawan Semen Padang pada Babak 12 Besar Pegadaian Liga 2

3. Mengikuti pola makan sehat berdasarkan suatu tren di media sosial adalah mitos

Diet yang tepat menyesuaikan dengan kebutuhan tubuh, bukan berdasarkan testimonial atau yang sedang tren di media sosial. Sebelum menjalankan diet, sebaiknya konsultasikan dulu hal ini ke dokter gizi atau ahli gizi.

Biasanya, dokter gizi atau ahli gizi dapat mengatur pola diet berdasarkan kondisi tubuh pasien agar kebutuhan makronutrien, seperti vitamin dan mineral tetap dapat terpenuhi.

“Mengingat diet tidak boleh trial and error. Selain menerapkan diet sehat yang telah dianjurkan oleh dokter gizi atau ahli gizi, penting sekali untuk melengkapi gaya hidup sehat dengan berolahraga,” kata Putri.

Baca Juga: Pemkab Karanganyar Buru-buru Kerjakan Proyek Jalan Colomadu Usai Warga Ngaspal Mandiri

4. Olahraga tetap penting untuk mengurangi berat badan adalah fakta

Manfaat utama dari berolahraga adalah menjaga kesehatan tubuh dari penyakit. Selain pola makan yang sehat dan bergizi, Putri menganjurkan untuk melakukan olahraga secara rutin minimal 150 menit setiap minggu dengan intensitas sedang.

World Health Organization (WHO) juga merekomendasikan untuk berolahraga selama 150 menit tiap minggunya untuk menguatkan massa otot.

Pilihlah jenis olahraga kardio dengan intensitas sedang yang seimbang, seperti jalan cepat, renang, atau jogging. Untuk penguatan otot, lakukan olahraga seperti push up, plank, dan sit up.

Baca Juga: Tinjau Aktivitas Tanam di Bantul, Mentan Amran Sulaiman Pastikan Ancaman Krisis Pangan Tahun 2024 Teratasi

5. Boleh makan apa saja saat ‘jendela makan’ ketika jalani intermittent fasting adalah mitos

Faktanya, jendela makan saat intermittent fasting adalah waktu untuk memenuhi segala kebutuhan tubuh secara seimbang.

Oleh karena itu, hal terpenting yang dilakukan bukan hanya dapat makan apa saja, tetapi pemenuhan asupan karbohidrat, protein dan lemak, serta vitamin mineral dengan komposisi seimbang yang dibutuhkan tubuh pada waktu jendela makan.

Lakukan konsultasi dengan dokter gizi atau ahli gizi agar intermittent fasting dapat berjalan dengan optimal. Tujuan dari intermittent fasting adalah mengurangi massa lemak tubuh, bukan hanya menurunkan berat badan.

Jika massa otot ikut menurun, maka seseorang dapat lebih mudah sakit, mudah lelah, rambut rontok, sehingga efek produktivitas menurun.

“Sebetulnya yang dibutuhkan bukan hanya penurunan berat badan, tetapi juga penurunan massa lemak, sehingga penting untuk memperhatikan makanan yang dikonsumsi. Pastikan memenuhi kebutuhan gizi dan nutrisi yang dibutuhkan setiap individu,” tutup Putri seperti dilansir Antara.(*)

Tags

Terkini