Suatu malam, Bardo kedatangan Rusdi teman sekerja, bersama Pakdenya, Pak Kamal namanya.
Setelah berbincang hingga permasalahan yang dilaami Bardo, “Do, maaf, mungkin Pakdeku hendak mencoba mendeteksi, semoga dapat melihat rintangan yang kamu hadapi,” tukas Rusdi, tentu disambut gembira Bardo.
Setelah disediakan tikar, serta air dalam gelas, Pak Kamal duduk bersila, beliau tapakur sambil bersidakep, sementara Bardo dan Rusdi tetap duduk dan diam membisu.
Setengah jam kemudian Pak Kamal menelentangkan tangannya, lalu menggerak-gerakan ke segala penjuru, dan “Hup!” beliau menangkap sesuatu.
Hasil tangkapan itu berupa sepotong kayu kecil, dan ketika dimasukan ke gelas berisi air kayu kecil itu tenggelam.
Selesai mengusap-usap wajahnya, Pak Kamal berdiri lalu kembali ketempat duduknya, “Nak Bardo,” ucapnya.
“Ya,” Bardo menjawab.
Kemudian Pak Kamal bercerita jika serpihan itu adalah potongan kayu Kamboja yang tumbuh di belakang rumah orang tuanya, nanti disana akan ada pusaka tinggalan Almarhum Kakek Bardo.
Keris itu harus diambil kemudian dirawat dengan baik, “Insya Allah, kamu akan dilancarkan rezekinya,” pesan Pak Kamal.
Bardo mengiakan, dan segera melaksanakannya.
Dan setelahnya, kehidupan Bardo dan keluarga merangkak membaik, dan ketika ditanyakan Ayahnya, “Benar, Do,” ungkap Ayahnya,
“Keris itu memang lama hilang, dan benar keris itu milik kakek,” jelasnya. (Seperti dikisahkan Bagong Soebardjo di Koran Merapi) *