Dasar orang ‘blater’ atau sugih gunem, banyak omong, obrolan Mas Beyong mengalir bak kali banjir.
Apa saja jadi bahan omongan. Rasanya baru saja duduk, tahu-tahu jam di tembok sudah menunjukkan angka sepuluh kurang sepuluh menit.
"Aduh, Mas sudah hampir jam sepuluh. Bukannya aku mengusirmu. Tapi sebaiknya Mas segera pulang. Ingat pesan Kakekku lho ya?" pinta Jumilah.
"Ah, apa hiya? Mungkin itu jarum jam kau saja yang berjalan terlalu cepat." Mas Beyong berusaha mengulur-ulur waktu. Agar bisa duduk berdua lebih lama lagi.
"Nah tuh. Mas Be dengar apa nggak. Suara gemeretak gigi Kakekku. Itu pertanda beliau sudah marah besar," ujar Jumilah agak sewot.
Tiba-tiba saja kordin yang membatasi ruang dalam dan ruang tamu tersibak.
Mas Beyong melihat sesosok jangkrong atau tengkorak manusia. Gigi-geliginya terdengar gemeretak.
Baca Juga: Pengalaman misteri Tong ikut lomba mancing di sebuah telaga yang misterius di Gunungkidul
Spontan Mas Beyong melompat keluar rumah. Sampai di luar, tak terlihat lagi rumah Jumilah.
Yang tampak hanya batu-batu nisan berserakan disana-sini. - Semua nama samaran - (Seperti dikisahkan Andreas Seta RD di Koran Merapi) *