Ia lebih banyak sibuk dengan urusan pekerjaan sebagai kepala desa dan beberapa usaha yang ia kembangkan.
Sejauh ini Rangga memang sudah dilibatkan dalam, beberapa proyek yang ringan-ringan.
Semua itu merupakan bagian dari rencana Salendro untuk mendidik anaknya agar paham dengan lika-liku bidang yang selama ini ia tekuni,
"Rangga, Bapak merasa perlu bicara serius denganmu," kata Salendro dalam suatu kesempatan.
"Bicara apa Pak? Apa bapak mau nikah lagi," ujar Rangga sambil bercanda.
"Huush bukan itu. Bapak sudah tertalu tua untuk menikah lagi. Sekarang Bapak hanya memikirkan masa depanmu juga masa depan Juki."
"Terus bagaimana mau Bapak?" tanya Rangga lagi.
Baca Juga: Pemimpin yang Zalim 5: Warga Berbondong-bondong untuk Pesta Demokrasi Memilih Pemimpin Baru
"Bapak mau kamu nanti meneruskan posisi Bapak sebagai kepala desa," kata Salendro.
"Lho kok enak seperti warisan saja," kata Rangga masih dengan nada bercanda.
"Memang buka warisan, tapi semua kan bisa diatur. Pokoknya kamu siap-siap saja untuk menjadi kepala desa berikutnya."
"Siap kalau itu memang mau Bapak," ujar Rangga yang sebenarnya asal ngomong saja, karena sebelumnya ia memang tak pernah membayangkan untuk menjadi kepala desa.
Selain usianya yang masih cukup muda, ia sesungguhnya kurang berminat jadi pejabat publik setelah melihat bagaimana selama ini kinerja ayahnya yang sepertinya kurang waktu untuk mengurus keluarga. (Bersambung) *