Ketika itu Kasmanu berniat akan menjual gerobak sapi tersebut, dan akan menggantikannya dengan truk.
Dengan harapan truk tersebut bisa dimanfaatkan untuk menambah penghasilan keluarga.
"Aku ingin dia yang mengantarkan aku menuju tempat peristirahatanku yang terakhir," ujar Pak Sajim suatu malam kepada Kasmanu ketika sakit yang dideritanya semakin parah.
Pagi-pagi benar ketika suasana dusun masih lengang, Pak Sajim menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Selain Bu Sajim, Kasmanulah yang mendampingi kepergian ayahnya menghadap Sang Khalik.
Merasa mendapat amanah dari Ayahnya, Kasmanu pun tidak ragu- ragu memerintahkan pada tetangga- tetangganya yang datang melayat untuk mengeluarkan gerobak sapi milik Ayahnya dari "singgasana"-nya.
Jadilah, sebagai pengganti mobil jenazah, sore hari itu peti jenazah Pak Sajim, orang terpandang di dusunnya, dinaikkan ke atas bak gerobak sapi, dan diangkut menuju tempat peristirahatannya yang terakhir.
Dua ekor sapi besar dan tinggi dengan gagahnya menarik gerobak tersebut.
Berjalan perlahan-lahan menuju tempat pemakaman Pak Sajim. - Semua nama samaran - (Seperti dikisahkan FX Subroto di Koran Merapi) *