Selesai naik tlundakan yang tak begitu tinggi, tampak Pohon Beringin besar sekali berdiri kokoh, sulur akar bergelantungan, beberapa akar menyentuh air sendang yang sangat jernih.
Sendang tak begitu luas, dan sekelilingnya tertata batu kali melingkar rapi. Parmin menghampiri Sendang, ia kemudian dengan tangnanya membasuhi mukanya dengan air Sendang.
Baca Juga: Jadi Dalang Kondang Setelah Menerima Warisan Wayang Kulit dari Kakek yang Seolaah Bisa Hidup
Sarjo memperhatikan, dan ketika hendak mencelupkan tanganya, “Jo! Sarjo!” kembali ada yang memanggil, suaranya terdengar jelas.
Ia celingukan, tapi tak melihat siapa pun, hanya Parmin yang sudah duduk tapakur disebuah batu di dekatnya. Sarjo pun segera membasuh mukanya serta tanganya.
Kemudian Sarjo duduk tak jauh dari Parmin.
Pikiranya menjadi tak tenang, karena berjam-jam diam, duduk, dalam sunyi, namun sebentar-sebentar ada yang memanggil, bahkan kadang bersautan, panggilan itu terdengar dari sekeliling Sendang.
Bagaimana beraninya Sarjo, mengkirig juga punggungnya. Ia bertahan, karena Parmin masih duduk tenang disebelahnya.
Ketika keluar dari komplek Sendang, Sarjo baru menanyakan kejadianya.
Namun Parmin keheranan, “Yang benar, Jo?” Parmin meyakinkan. Dan ketika Sarjo serius mengiakan, “Aku nggak dengar, dan aku belum pernah kok ada yang memanggilku?”
Sarjo tercenung, “Memang kamu nggak dengar?” tanyanya lagi.
“Nggak, kenapa kamu nggak bilang aku tadi?”
“Lho, katamu suruh diam,” sahut Sarjo.
Parmin tersenyum kecil, “Sudahlah, Jo. Itu keberuntungan kamu, jika kau lambaran dengan niat suci, serta laku prihatin,"