harianmerapi.com - Benarkah ada Betara Kala? Setidaknya menurut kepercayaan orang dulu, makhluk Betara Kala berwujud raksasa itu suka nyaplok manusia yang tidak diruwat.
Jika memang ada seperti cerita misteri. Seperti dialami Trisni, cewek cakep anak bungsu Pak Mojo dan Bu Harsi, lahir ketika terjadi gerhana Matahari. Anak perempuan yang lahir di saat seperti itu disebut wanita ‘Julung Caplok’.
Menurut kepercayaan Kejawen, perempuan ‘Julung Caplok’ sebaiknya diruwat. Jika tidak, bisa terjadi hal yang tidak diinginkan.
Yang bersangkutan bisa dicaplok atau dimangsa oleh Sang Betara Kala. Berulang kali Mbah Tanu, Ayah Pak Mojo, mengingatkan agar Trisni segera diruwat.
Pak Mojo pun menyanggupi. Namun karena kesibukan bisnisnya, acara ruwatan selalu tertunda. “Bulan depan akan saya laksanakan, Pak”, ujar Pak Mojo kepada Mbah Tanu.
Acara ruwatan tinggal sepuluh hari lagi digelar. Segalanya sudah dipersiapkan dengan matang. Tinggal menunggu hari H.
"Pak, besuk pagi Trisni dan teman-teman akan mengadakan hiking menyusuri gumuk Gambar. Boleh kan?" ujar Trisni dengan manja, minta izin Ayahnya.
Dalam hati, Pak Mojo kurang menyetujui. Kata orang, di gumuk Gambar sering terdapat ular Weling. Jenis ular berbisa.
Namun, untuk tidak mengecewakan hati anak kesayangannya, Pak Mojo memberi izin.
Biasa, ketika remaja berkumpul dengan teman sebayanya. Akan terdengar celoteh dan canda- tawa, yang tiada habisnya.
Masih dengan canda-tawa, rombongan remaja itu menyusuri jalan setapak di atas punggung gumuk Gambar. Tiba- tiba...
"Aduuuh...!" Trisni berteriak dan mengaduh kesakitan. Ternyata, kaki kiri Trisni dipatuk ular. Ular hitam berbelang kuning tampak berlari masuk dan bersembunyi di semak- semak setelah mematuk kaki Trisni.
Seketika badan Trisni kejang-kejang. Dibantu warga setempat, remaja cantik tersebut dilarikan ke rumah sakit. Namun demikian nyawa Trisni tidak dapat diselamatkan.