“Cocok, nampaknya kamu mulai kantuk,” sambut Barjono senang sambil mengambil tikar yang selalu ditaruh di belakang jok kemudian menggelar di depan trus.
Margono pun membawa termos berisi kopi, dua gelas serta nyamikan, dibawa ke tikar yang sudah tergelar.
Ketika menuangkan kopi dalam gelas, ada perasaan aneh yang merasuk di hati Margono, “Kok hatiku nggak enak rasanya ya, Bar?” kemudian tanyanya.
Barjono yang tahu jika Margono mempunyai indera keenam kuat jadi merinding, “Hah, apa hiya,” tukasnya kemudian menyalakan senternya untuk melihat sekeliling, “Hem, kanan kiri sepanjang jalan hutan,” pikirnya.
Baca Juga: Pemilihan Pengurus RT Menghasilkan Satu Nama dan Kunci Hilang Saat Nonton Panjang Jimat di Cirebon
“Kita cari tempat istirahat lain saja gimana?” ajaknya sambil duduk mendekat Margono.
“Memang kenapa?” Tanya Margono walau sebenarnya Margono tahu jika Barjono takut.
“Sudahlah, tenang Bar, kan sudah menggelar tikar disini, kopi juga nyamikan pun sudah siap. Lagian aku nggak tidur kok, hanya pengin ngilangin kantuk,” lanjutnya menenangkan Barjono.
Barjono diam, lalu mengambil rokok, menyelipkan rokok di bibirnya sembari tanganya merogoh-rogoh kantong mencari korek.
Baca Juga: Manusia Bisa Berubah 22: Suasana Makin Memanas, Emosi Tinggi Berakibat Fatal
Dalam gelap tiba-tiba ada tangan yang menyalakan korek, kemudian menyundutkan ke rokok Barjono. Barjono pun menghisap, rokok pun menyala.
Bersamaan dengan itu, “GRRRRRooook.....!” Terdengar suara dengkur.
“Hah! Margono sudah ngorok, sambil ia melihat Margono yang menggeletak di tikar.
“Siapa yang memberiku api?” Barjono takut, ia mendekat ke Margono. Margono bangun, “Ada apa?” Tanyanya.
“Yuk kita pindah,” ajak Barjono sambil terus menyalakan senternya.
Baca Juga: Mengingat Lagi Serangan Umum 1 Maret 1949, Jangan Lupakan Peran Sosok Kolonel Satu Ini!