harianmerapi.com - Banyak tokoh ayang yang jadi idola naka-anak zaman dulu. Seperti Gatotkaca yang bisa terbang atau tokoh pahlawan lainnya.
Musim kemarau tiba. Bagi anak- anak dan remaja pedesaan, musim kemarau identik dengan layang- layang. Lapangan Soragan yang tidak begitu luas, menjadi jujugan untuk menerbangkan layang layang.
Dengan bangga Prayit atau Petruk, nama parabannya, menenteng layang layang ukuran besar buatan Pakdenya. Layang layang setinggi sembilanpuluh sentimeter itu digambari tokoh wayang Raden Gatotkaca.
Baca Juga: Mengenal Allah Melalui Penciptaan Alam Semesta
Melihat lapangan Soragan sudah banyak orang menaikkan layang- layang, Petruk memilih lokasi lain yang lebih sepi. Dia pun masuk ke makam desa yang letaknya di sebelah utara lapangan Soragan.
Petruk tidak ingin terganggu dengan layang layang lain. Layang layang miliknya memang bukan untuk ‘sangkutan’ atau diadu. Maka dia memilih makam desa untuk menaikkan layang- layangnya.
“Yihuuu... indah sekali layanganku”, gumam Petruk dalam hati. Asyik sekali remaja usia limabelas tahun itu memainkan layang layangnya.
Sampai tidak tahu jika Parjo, Kakaknya, datang mencarinya. Parjo mendatangi adiknya bukan karena ingin bermain layang layang. Tetapi ingin menitipkan kunci rumah.
Baca Juga: Beli Es Krim Gadis Kecil Buang Uang Kembalian Rp500 dan Pengalaman Pertama Masuk Kafe Minum Kopi
“Truk, aku sama Bapak dan Ibu mau pergi tilik Bude Lilik di rumah sakit. Rumah kosong. Ini kuncinya jika nanti kamu mau masuk rumah”, ujar Parjo sembari menyerahkan seombyok kunci.
Melihat ulah adiknya yang menerbangkan layang layang di makam desa, Parjo kurang berkenan. Dengan seenaknya Petruk menginjak- injak batu nisan di makam tersebut.
Bahkan sesekali berdiri di atas nisan Mbah Kromodongso, leluhur desa yang sangat dihormati warga.
“Jangan ngawur kamu, Truk. Kuwalat. Bisa terjadi apa- apa atas dirimu”, ujar Parjo sambil mengelus dada.
Baca Juga: Gantungkan Cita-cita Setinggi Langit 25: Buah Manis Perjuangan Keras Diterima sebagai Calon Perwira
Namun ujaran itu hanya dianggap sebagai angin lalu. Masuk ke telinga kiri, keluar telinga kanan. Perhatian Prayit atau Petruk lebih fokus ke layang- layangnya yang bergambar Raden Gatotkaca.