Baca Juga: Menutup Mata dengan Penyesalan 14: Tak Ada Keinginan Bertahan Hidup
Binatang-binatang tak bersuara. Desir angin entah kemana. Kaki masih bisa digerakkan. Dia berjalan hendak keluar dari wilayah hutan larangan. Tapi, ada semacam hal tak kasat mata. Kemanapun kaki melangkah hanya berputar-putar.
Akhirnya kembali ke titik semula. Dengan ilmunya, seorang yang mumpuni itu tetap bisa keluar. Dia tak menceritakan cara ampuh keluar dari “perangkap” hutan larangan.
Hanya bercerita tentang kondisi yang dihadapi jika orang berani memasuki hutan larangan. Ada sosok berjanggut dengan taring di mulutnya.
Sebagaimana lazimnya, cerita satu mulut ke mulut lain bisa lebih dramatis dengan ditambahi “bumbu-bumbu” cerita. Dari satu warga ke warga lain dimungkinkan tak sama ceritanya.
Baca Juga: Kakak Kesurupan, Setannya Bilang Suka Sama Aku
Yang pasti, hutan larangan itu menyeramkan. Ada silumannya. Kini zaman berbeda. Hutan itu hanya meninggalkan kenangan. Penduduk mulai beranak-pinak. Meskipun tak sepadat di kota, rumah-rumah mulai merambahi hutan. (Seperti dikisahkan Armawati di Koran Merapi) *