JARAK rumah satu dangan lainnya sangat jauh. Hanya ada rumah Pak Surono yang terlihat.
“Kalian bukan yang pertama kali tersesat ke tempat ini, beberapa minggu lalu seorang pendaki dari Jawa Timur juga singgah di rumah kami,” ucap bu Marsiah.
“Mohon maaf kami merepotkan.”
“Jangan sungkan, kami senang rumah kami dikunjungi.”
Baca Juga: Mbah Kyai Pahing 2: Tradisi Jum'at Pahingan Terkenal karena Adanya Mitos
Cahaya matahari mulai menyusup dedaunan rimbun di hutan. Aldi dan teman-temannya pun berpamitan untuk melanjutkan perjalanan. Sebetulnya mereka masih ingin bercengkrama dengan Pak Surono dan Marsiah istrinya, tapi tak mengapa suatu saat nanti mereka dapat berkunjung kembali.
“Terima kasih atas bantuan Bapak dan Ibu,” ucap Joko berpemitan mewakili teman-temannya.
“Rumah kami akan selalu terbuka untuk kalian,” ucap bu Marsiah sembari memberikan bekal makanan untuk mereka.
“Kami akan tinggal cukup lama di Lereng Gunung Merapi, pasti kami akan bertandang kemari.”
Mobil plat B pun mulai melaju meningggalkan pelataran rumah Pak Surono. Mereka melewati surau tempat mereka beristirahat semalam. Mereka pun saling berpandangan. Tak tahan dengan rasa penasaran Joko memutuskan berhenti di surau.
Baca Juga: Pentingnya Membangun Kesetiakawanan Sosial dalam Kehidupan Manusia
“Kenapa kondisi surau nampak berbeda sekali,” ucap Danu.
“Mungkin saja bukan surau ini tempat kita beristirahat semalam,” ucap Aldi.
“Tidak mungkin jalan ini satu-satunya yang kita lewati,” ucap Joko dengan yakin.
“Apa yang aneh dengan surau ini? sejak semalam ya seperti ini kotor dan terlihat seram,” ucap Albert.
Meraka pun serentak menatap Albert dan semakin yakin ada yang tak beres. Sejak semalam Albert sudah menyangkal surau yang mereka gunakan sangat bagus dan bersih. Mereka baru sadar apa yang dikatakan Albert ada benarnya.
Baca Juga: Manfaat Jahe Sebagai Obat Alami untuk Sakit Maag
Mereka pun pergi meninggalkan surau dengan rasa penasaran. Mengapa yang meraka lihat berbeda dengan kenyataan.
Hampir satu jam perjalanan akhirnya tibalah di lokasi. Kawasan Bukit Turgo di Lereng Gunung Merapi nampak begitu indah. Seluas mata memandang pepohonan hijau nampak begitu asri, ditambah udara yang begitu sejuk sangat jauh dengan kondisi Ibu Kota Jakarta tempat mereka tinggal.
Kurang lebih satu bulan lamanya mereka akan tinggal di sini, melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Mereka pun berbincang-bincang dengan kepala desa perihal maksud kedatangan mereka. (Seperti dikisahkan Iis Suwartini UAD di Koran Merapi) *