harianmerapi.com - Ken Tambangraras dan sebuah Cinta yang Hilang, Mendengar cerita Ken Tambangraras, Kyai Mangunarso mengangguk-angguk.
"Sampeyan pergi dari Wanamerta itu pamit sama orang tua tidak?" tanya Kyai Mangunarso.
"Aku hanya meninggalkan sepucuk surat saja kepada Rama Kyai Bayan Panuarto. Sebab jika berpamitan mesti akan dicegahnya."
"Oooo, begitu? Terus tujuan sampeyan bela pati tadi apa? Toh kematian itu akan menjemput siapa saja tanpa bisa dihindari kalau itu memang sudah kehendak Allah?"
"Ya. Aku mengerti. Namun kematian suamiku itu sangat-sangat mengecewakan. Dia pergi ke Mataram mencari sanak saudaranya sambil berdakwah."
"Eh, tahu-tahu malah dituduh merusak syariat agama terus oleh Kanjeng Sultan dihukum dibuang ke laut selatan. Ini yang membuat aku sangat kecewa, Kyai Mangunarso?"
"Ya ya ya ya, aku mengerti. Tetapi sanak saudara suamimu yang dicari selama pengembaraannya itu siapa?"
"Waktu masih bocah suamiku bernama Jayengresmi dan sanak saudaranya bernama Niken Rancangkapti dan satu lagi saudara lelakinya Jayengrana namanya."
"Baiklah, Nyi. Mari kita kunjungi rumah orang yang kamu sebut bernama Niken Rancangkapti tadi. Kebetulan ia bersuamikan warga padusunan Wonotoko sini, namanya Anggungrimang!" ajak Kyai Mangunarso sambil melangkah keluar dari langgar.
Sesampainya di rumah Rancangkapti wanita itu telah mendapat kabar dari suaminya bahwa kakaknya yang selama ini dicari,
ditunggu-tunggu, sekaligus dirindukan bernama Jayengresmi alias Syekh Amongraga telah meninggal dunia karena dihukum oleh Baginda Sultan dibuang ke laut selatan.
"Aaaaakh...." Rancangkapti hanya bisa berdesah duka lalu ia terjatuh lemas di lantai tidak sadarkan diri. Anggungrimang menangisi istrinya. Dia ikut merasakan duka yang sedalam-dalamnya atas kematian kakak iparnya.