Mereka ingin menyusul ke sawah tetapi tidak bisa karena masih hujan lebat disertai petir.
Ditunggu-tunggu hingga sore, hujan tidak kunjung reda, akhirnya beberapa orang nekat pergi ke sawah untuk mencari tahu keberadaan keduanya.
Celakanya, di tengah perjalanan, petir kembali menyambar. Salah satu di antara mereka meregang nyawa.
Setelah hujan reda dan petir telah menuntaskan murkanya, warga berduyun-duyun datang menolong. Namun para tetua justru mengecam tindakan gegabah itu.
Para penolong itu dianggap tidak mengindahkan titi wanci. Sehingga berakibat pada korban yang akhirnya tidak dapat diselamatkan.
Orang Jawa memang memiliki perhitungan waktu tertentu yang dijadikan acuan dalam setiap melangkah.
Seperti ketika orang hendak menikah maka diperlukan perhitungan tanggal pernikahan yang baik.
Begitu pula dengan waktu yang tepat dalam membangun rumah, memulai masa tanam, dan bahkan waktu yang tepat dalam menolong orang yang kena musibah. (Seperti dikisahkan Endang S. Sulistiya di Koran Merapi) *