harianmerapi.com - Malam itu Sutini (bukan nama sebenarnya) jagong bayen di rumah bibinya. Karena hari sudah larut malam Sutini pamitan pulang.
Tak tahunya malam itu ia akan menemui pengalaman horor, bertemu dengan sosok menyeramkan seperti gorila.
Karena letak rumahnya agak jauh dari rumah bibinya, sekitar satu kilometer, Sutini minta diantar pulang Kamidi (nama samaran) saudaranya.
Berbekal senter, Kamidi lalu mengantar Sutini pulang. Pada awalnya mereka melalui persawahan yang baru saja dipanen, jalannya meniti galengan sawah yang sudah mengering.
Mereka terpaksa menempuh rute itu karena kalau melalui jalan umum terlalu jauh.
“Ngati-ati Mi, yen ana ula,” Kamidi meminta Sutini untuk mengawasi jalan agar tidak menginjak ular yag biasa klayapan malam hari.
“Ya Kam,” jawab Sutini sambil mengawasi galengan di depannya. Selama ini Sutini memang takut banget pada ular. Dia ngeri saat melihat ular berjalan kloget-kloget. Baik itu ular kecil, sedang maupun besar.
Setelah meniti galengan sawah, mereka lalu melangkah di jalan kampung yang tidak beraspal. Jalan itu berada di sebelah sebuah sungai yang lumayan besar.
Perkampungan rumah Sutini sebenarnya juga berada di sebelah sungai itu, tapi karena harus menyeberang jembatan jaraknya menjadi sedikit agak jauh.
“Wah hawane kok tambah adhem. Rasane malah saya aneh,” keluh Sutini.
“Diampet dhisik, sedhela maneh ketuk ngomah.”
Tapi Sutini benar-benar kedinginan, githoknya malah menjadi merinding. Selepas menyeberang jembatan, tiba-tiba Sutini melihat penampakan aneh. Jalannya seperti sesosok gorila yang sering terlihat di televisi.
“Lhoo Kam! Apa kuwi?” pekik Sutini.
“Tenang Tin,” kata Kamidi sambil mengarahkan lampu senter ke arah sosok misterius yang muncul di depan mereka.
“Kam, aku wedi,” teriak Sutini sambil memegang tangan Kamidi erat-erat. Matanya memedi itu mencorong. Setelah dekat, makhluk itu berdiri. Tingginya hampir sama dengan pohon melinjo.