DALAM perayaan Suran ini dilaksanakan kirab sesaji Gunungan Lanang dan Gunungan Wadon. Gunungan Lanang berupa hasil pertanian sebagai perlambang hasil karya orang laki-laki yang bermatapencaharian petani yang diserahkan kepada orang perempuan.
Sedangkan Gunungan Wadon berupa Jenang Sura lengkap dengan lauk-pauknya yang ditempatkan di takir-takir kecil.
Takit-takir jenang sura ini ditata melingkar sembilan tingkat berwujud gunungan. Dalam ritual Suran ini juga ada sesaji Tumpeng Robyong, Tumpeng Tanggap Warsa Suran, sesaji Samparan, jajan pasar dan ingkung ayam. Ubarampe sesaji dan gunungan-gunungan tersebut dikirab mengelilingi dusun Wonogiri Kidul.
Baca Juga: Perjalanan Pulang Menyusuri Punggung Bukit Ditemani Pocong
Sesaji Samparan diletakkan di batas dusun, sudut-sudut jalan dusun, tugu Watu Kurung, dan di Watu Gajah yang terletak di tepi sungai Pabelan. Harapannya, agar dusun tersebut terhindar dari bencana banjir lahar dingin Gunung Merapi.
Kirab Suran diakhiri di halaman padepokan dengan berebut isi gunungan-gunungan yang berupa jenang Sura, aneka macam sayuran dan hasil bumi oleh warga Kejawen ‘Pahoman Sejati’.
Dusun Wonogiri Kidul terletak di lereng sisi utara sungai Pabelan, kira-kira 9 kilometer dari puncak gunung Merapi. Ketika gunung Merapi meletus tahun 2010 yang lalu, dusun ini relatif aman dari bahaya ‘wedhus gembel’ (awan panas) atau pun banjir lahar Merapi. Dusun ini hanya terkena hujan abu kasar/pasir dari Merapi yang menutupi tanah pekarangan dan tanaman pertanian.
Baca Juga: Bima Arya: Erick Thohir Menteri Super yang Langsung Turun ke Lapangan
Sebagai peringatan murkanya Gunung Merapi, Ki Reksajiwa membangun sebuah tugu ’Watu Kurung’. Tugu batu andesit Merapi ini diresmikan ketika acara Nyadran tahun 2011 yang lalu oleh Kepala Dusun Wonogiri, M. Abu Sujak. ‘Tugu Watu Kurung’ ini dibangun secara gotong royong. Tugu setingggi 2,25 meter ini berada di sudut jalan dusun dekat sungai Pabelan.
Di puncak tugu inilah dipasang sebuah batu Watu Kurung berukuran kira-kira 45 cm. Batu ini ditemukan di Kedung Geblak di sungai Pabelan oleh Ki Reksajiwa.
Pembangunan tugu ini karena ada ‘dhawuh’ (perintah) yang diterima Ki Reksajiwa lewat mimpinya, ketika Gunung Merapi murka tahun 2010 yang lalu. Dalam mimpinya dia didatangi seorang tokoh agama Hindu Tengger bernama Eyang Sarjo Suryakusumo yang memerintahkan supaya membangun tugu sebagai peringatan murkanya Gunung Merapi.
Baca Juga: Sumur Tua Mau Dibinasakan karena Ada Penunggu Wanita Cantik
Makna tugu iki menurut Ki Reksajiwa sebagai perlambang ‘Manunggaling Kawula Gusti’ (seperti yang tertulis dengan aksara Jawa di tugu ini). Di tugu ini ada gambar tokoh-tokoh panakawan, Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Gambar panakawan ini sebagai lambang ‘tepa slira’ dan kerukunan warga dengan saling menghormati diantara warga dusun.
Tugu dengan tetenger waktu, tanggal 4 bulan Asuji tahun 1933 Lodra. Ini merupakan tanggal menurut perhitungan waktu Tahun Jawa Nusantara yang dianut warga Pahoman Sejati. Tanggal tersebut sama dengan tanggal 19 Ruwah 1944 Be tahun Jawa atau 21 Juli 2011 Masehi.
Tugu ini menjadi peringatan terjadinya bencana alam Gunung Merapi beberapa tahun yang lalu dan diharapkan bisa memberikan pengayoman kepada warga dusun Wonogiri Kidul. (Ditulis: Amat Sukandar)