Warsidi pun menyiapkan wajan dan menyalakan api. Bumbu-bumbu mulai ia campur ke dalam penggorengan. Aroma wangi nasi goreng pelan-pelan tercium. Tidak sampai lima menit nasi goreng tersaji di piring.
“Besok lewat sini lagi ya Bang,” ucap perempuan itu sambil membayar. Ia pun segera melesat masuk ke rumah.
Esok harinya Warsidi kembali masuk ke kompleks perumahan itu. Perempuan yang kemarin membeli juga muncul kembali. Ia memesan nasi goreng lagi.
Baca Juga: Tak Menyerah Kejar Harry Kane, Bayern Muenchen Ajukan Tawaran Kedua Sebesar Rp1,13 Triliun
Ia juga berpesan agar Warsidi esok datang lagi. Selama seminggu penuh, perempuan itu selalu memesan nasi goreng Warsidi.
Sampai pada hari ke delapan, Warsidi tidak menemui perempuan itu lagi. Rumahnya gelap.
Tidak ada penerangan sama sekali. “Mungkin ia sedang pergi,” pikir Warsidi. Ia pun melanjutkan jualannya ke kompleks perumahan lain.
Hari-hari berikutnya setiap Warsidi lewat, perempuan itu tidak pernah tampak lagi. Sampai pada suatu malam, saat ia lewat di depan rumah perempuan itu, seorang laki-laki tua sedang membuka pagar.
“Permisi Pak,” ucap Warsidi dengan sopan. Laki-laki tua itu menoleh. “Perempuan yang tinggal di sini ke mana ya?” tanya Warsidi.
Laki-laki tua itu mengernyitkan dahinya. “Saya tinggal sendirian di sini Mas. Ada apa ya?”
Baca Juga: Prof Matthew: Institusi yang Baik Akan Menjadi Faktor Pendukung Pertumbuhan Ekonomi Negara
Warsidi pun bercerita mengenai perempuan yang sering memesan nasi goreng di rumah itu.
Laki-laki tua itu mendengarkan dengan seksama sambil mengeluarkan dompetnya. Ia memperlihatkan sebuah foto. “Ya benar. Perempuan ini yang memesan nasi goreng saya,” ujar Warsidi saat menatap foto itu.
“Ini foto anak saya Mas. Ia sudah meninggal. Setahun yang lalu. Kecelakaan.” Laki-laki tua itu menjelaskan. Warsidi pun segera pamit sambil bergidik ketakutan.
Ia segera mendorong gerobaknya keluar dari kompleks itu. Tidak lama kemudian suara perempuan itu muncul lagi.