Mereka berhenti dan Maryanto membuka gawainya, dilihat peta posisinya.
“Harusnya tidak lama lagi kita sampai di jalan aspal. Kamu masih kuatkan San?”
Santo terlihat mengangguk, mereka kembali menaiki dan mengendarai sepedanya.
Tetapi Santo memilih menyalip kawannya dan menempatkan diri di depan.
Kebingungan Maryanto mulai menyeruak, mungkin karena lampu sepedanya makin meredup, sedangkan lampu Santo masih cerlang dan ingin memberi penerangan jalan.
Lima belas menit perjalanan sudah mereka lalui.
Kini Maryanto kehausan, diminumnya air minum yang dirinya bawa.
Cukup aneh, biasanya Santo tidak betah menahan minum jika bersepeda cukup lama.
Namun tak pernah terlihat Santo meminum kala itu.
Jam pintar Maryanto bergetar, terdapat pesan masuk.
Diangkatnya lengan kiri Maryanto. Dilihatnya pesan masuk pada jam tangannya.
Matanya cukup terbelalak.
Dirinya sesekali melihat ke depan takut menyambar pohon atau ranting-ranting.
Kembali lengan kirinya diangkat, pesan kembali dibacanya dengan teliti.
"Mas Mar! Udah sampai mana? Aku sudah di jalur utama depan warung kopi dekat gerbang."