HARIAN MERAPI - Menelusuri asal mula nama-nama di kaki Gunung Merapi, Resi Mayangseta menderita melihat keadaan dunia maya rusak.
Ki Kunthing bertapa di Argayasa, yang juga mempunyai nama terkenal, Resi Bondowoso. Sedangkan Ki Daru ndhedhepok (menetap) di pertapaan Arga Penganten dengan sebutan Resi Mayangseta atau Resi Tungguljati.
“Mohon maaf kakang resi, mungkin kakang resi lupa, bila saya ini sebenarnya adalah ndika (anda), namun ndika bukanlah saya. Artinya, jagad ini milik bathara, ndika dan saya sebenarnya tidak mempunyai apa-apa dan tidak bisa apa-apa. nDika dan saya ini hanyalah makhluk biasa. Hanya menjalani hidup. Semua perubahan menjadi kehendak Gusti. Semua yang terjadi di jagad mayapada ini, manusia hanya menemukan, tidak membuat dan tidak membeli,” kata Resi Bondowoso penuh falsafah hidup.
“Namun saya memayu hayuning jagad, dinda! Memayu hayu itu menjadi kuwajiban hidup,
darmaning urip manunggal Gusti. Meski saya sebagai manusia, namun juga mempunyai kewenangan, dhi! Saya ini bekas raja, masih mempunyai kekuasaan!”, jawab Resi Mayangseta.
“Namun nDika telah menjauhi keduniawian. Artinya, sudah meninggalkan harta duniawi, apalagi
rasa kenikmatan. Namun ndika lupa, bila hanya ada Gusti Yang Maha Kuasa. Kakang resi, mohon maaf karena kata-kata saya yang kelewatan ini,” ujar Resi Bondowoso menyadari kelancangan kata-katanya yang menggurui kakandanya.
“Lalu saya harus bagaimana, dinda?” tanya Resi Mayangseta lagi.
“Pasrah sumarah kepada Gusti, kakang resi!” saran Resi Bondowoso.
Sang Resi Mayangseta, demi mendengar kata-kata saudara mudanya itu hatinya terasa terobati. Dia merasa telah mendapat husada, mengobati hati yang terluka. Hatinya merasa sangat terluka dan menderita manakala melihat keadaan dunia maya yang rusak ini.
Sang Resi yang selalu menderita dan prihatin itu, kemudian segera pergi menuju ke sebuah pertapaan yang diikuti adindanya. Resi Tungguljati ingin melakukan samadi. Pertapaan itu disebut Candi Gélang. Dia bersamadi di atas sebuah batu gilang (sela kumalasa).
Dari kekhusukannya dia bertapa, menimbulkan daya kekuatan supranatural (daya prabawa) hebat
yang mampu mempengaruhi keadaan alam. Sehingga bumi bergetar disertai angin ribut dan hujan badai dengan suara guntur yang menggelegar susul menyusul.
Suasana alam yang mencekam itu dibarengi angin puting beliung yang datang menggoda sang pertapa.
Baca Juga: Asal Anda tahu. Hari Tumor Otak Sedunia yang diperingati setiap tanggal 8 Juni
Namun para resi sakti itu tidak bergeming sedikitpun dalam bersamadi. Ibarat serambut dibelah seribu, mereka tak bergeser dari tempat duduknya, tetap ‘gentur’ bertapa sampai saatnya selesai.