HARIAN MERAPI - Sunan Geseng makamnya ada di beberapa tempat 2, saat tempurung cetakan gula aren dibuka ternyata berisi emas.
Setiap kali Ki Cakrajaya menyadap nira (nderes), dia memanjat pohon kelapa sambil melantunkan tembang yang sekaligus juga sebagai mantra, “Clonthang clanthung wong nderes buntute bumbung, apa gelem apa ora.”
Ketika dia memanjat pohon kelapa untuk menyadap nira sambil melantunkan tembang itu, di bawah ada seseorang yang menegurnya, ”Hai ki sanak, tidak begitu doanya bila mau menyadap nira. Doanya dengan menyebut Asma Allah.”
Kemudian dia berkata kepadanya,“Bila ki sanak akan melakukan sesuatu pekerjaan awalilah dengan membaca dua kalimat syahadat dan menyebut asma Allah.
Orang yang belum dikenalnya itu kemudian diajak singgah ke rumah Ki Cakrajaya. Di rumahnya, tamu itu meminta izin untuk ikut mencetak setangkep gula jawa dengan cetakan tempurung kelapa.
Sebelum pamit, tamu itu berpesan,”Jangan sekali-kali cetakan gula ini dibuka sebelum saya pergi meninggalkan rumahmu ini.”
Ketika sang tamu telah jauh dari rumahnya, dengan rasa ingin tahu bergegaslah Ki Cakrajaya membuka tempurung cetakan gula jawa itu. Ketika tempurung cetakan gula jawa itu dibuka, dia sangat kaget dan terperangah.
Karena di dalam cetakan itu bukanlah berisi setangkep gula jawa, tetapi sebongkah emas yang menyilaukan matanya. “Tamu itu mesti bukan orang sembarangan,” pikir Ki Cakrajaya.
Baca Juga: Jogja Coffee Week Kembali Digelar, Bangkitkan Industri Kopi Nusantara, Ini Jadwalnya
Di balik kegembiraan ini Ki Cakrajaya hatinya penasaran. “Siapa sebenarnya orang itu, aku akan mencari dan berguru kepadanya,” begitu tekadnya.
Di sebuah hutan, Ki Cakrajaya akhirnya bertemu dengan orang ‘sakti’ itu yang tidak lain adalah Sunan Kalijaga, yang tengah berkelana menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa bagian tengah sisi selatan.
Kemudian dia menyampaikan niat dan keinginannya untuk bisa berguru dan menimba ilmu agama kepada Sunan Kalijaga. Mendengar niat yang tulus dari Ki Cakrajaya, Sunan Kalijaga bersedia menerima sebagai muridnya.
Konon, di tengah pengembaraan menyebarkan agama Islam itu, pada suatu hari Sunan Kalijaga bermaksud akan menunaikan ibadah ke Mekkah.
Baca Juga: Keadilan untuk tragedi Kanjuruhan, begini suara Mahkamah Agung