“Antri tiga porsi, Mbak Ratna. Njenengan tunggu sebentar nggih.” ujar Suhud, pemilik warung tersebut.
Ratna mengiyakan, kemudian duduk di kursi yang disediakan di teras warung.
Dari teras, besarnya batang-batang pohon dan rimbunnya dedaunan terlihat jelas.
Sembari menunggu, Ratna menerka-nerka umur pohon Sawo di samping kanan teras.
Saat itulah, Reza, anaknya, tiba-tiba mendongak lalu menunjuk dahan pohon sawo yang paling rendah dan paling gundul, sekitar dua meter dari tanah.
“Buk, itu ada putih-putih di atas, itu.. itu” dengan polosnya Reza menunjuk dahan pohon tadi dan mengatakan sesuatu dengan cedal.
Sontak, Ratna ikut mendongak.
Jangankan ada 'putih-putih' seperti yang dikatakan anaknya, dahan pohon yang paling rendah itupun bahkan tidak ditumbuhi dedaunan satu pun.
“Putih apa, Nak?” Ratna celingukan, bulu kuduknya berdiri.
“Itu”
Suhud yang sedang memasak tiba-tiba mendekat, seperti mengetahui apa yang terjadi.
“Putih-putih ya, Le? Sampun, gak usah dilihat lagi” ucap Suhud sembari mengusap mata Reza pelan.
Ratna yang masih penasaran, mencuri pandang ke arah dahan.