Maka seperti apa yang pernah dipesankan biksu, lelaki itu mengambil sekepal tanah bekas gundukan yang pernah menimbun candi kemudian melemparnya ke bagian atap candi.
“Biarlah candi ini kembali tertimbun tanah, hingga pada suatu ketika datang masa di mana orang-orang akan mengumpulkan satu demi satu batu bata bertapak kaki anjing itu untuk disusunnya menjadi sebuah candi.”
Saat sekepal tanah itu terlempar ke candi, mendadak terjadi gerhana bulan.
Terdengar teriakan orang-orang itu. Lalu perlahan suaranya melenyap.
Kelak, lelaki bercaping pun tak pernah tahu lagi di mana rimbanya.
Pagi harinya saat matahari menyala, orang-orang desa Sambimaya geger karena hilangnya candi yang baru muncul itu.
Mereka tak lagi melihat candi itu di tempatnya.
Di bekasnya, hanya tersisa sebuah batu bata bertapak kaki anjing. (Seperti dikisahkan Faris Al Faisal di Koran Merapi) *