HARIAN MERAPI - Cerita hidayah jika orang sudah dikuasai sifat ananiyah atau mementingkan diri sendiri. Maka kepada adik kandung sendiri pun iri.
Meski sebagai kakak, namun tetap merasa diperlakukan tidak adil oleh orang tua. Padahal ketidakdilan itu hanya sebuah perasaan dari sudut pandang dirinya sendiri atau egonya saja.
Masa kecil Barna (bukan nama asli) sebenarnya cukup bahagia. Ia tumbuh di tengah keluarga yang tidak kekurangan.
Baca Juga: Membangun kesetiakawanan sosial membawa bangsa unggul dalam setiap persaingan dengan bangsa lain
Sebagai pengawai negeri sipil, ayah Barna mampu mencukupi semua kebutuhan dasar dalam rumah tangga. Apalagi Barna hanya memiliki satu adik laki-laki, Wirya (bukan nama asli).
Namun seiring dengan berkembangan usia, Barna merasa dirinya diperlakukan tidak cukup adil oleh orang tuanya. Ia menganggap sang adik, lebih diperhatikan ketimbang dirinya.
Hal itu sebenarnya wajar, mengingat Wirya yang selisih lima tahun tentu lebih membutuhkan perhatian orang tua dalam hal perawatan sehari-hari.
Padahal sesungguhnya Barna juga pernah merasakan kasih sayang yang sama seperti halnya adiknya.
Baca Juga: Penyesalan selalu datang belakangan
Penilaian Barna atas sikap kedua orang tuanya tersebut lebih dikarenakan rasa ego atau ananiyah yang berlebihan. Ia tak mau berbagi dengan adiknya, sehingga sekalipun orang tua sudah mencoba bersikap adil tetap saja dianggap pilih kasih.
"Bu kenapa kok yang dibelikan mainan cuma adik?" tanya Barna saat tahu adiknya dibelikan mainan.
"Lho, ini kan mainan untuk anak kecil. Dulu kamu juga pernah Ibu belikan seperti ini," jawab sang ibu.
Namun demikian jawaban sang ibu tetap tidak memuaskan hati Barna. Ia merasa iri setiap kali Wirya dibelikan sesuatu, sekalipun ia dulu saat seusia adiknya juga pernah dibelikan.
Baca Juga: Sikap dan perbuatan yang termasuk dalam durhaka kepada orang tua yang harus senantiasa dihindari
Rupanya perasaan merasa dibeda-bedakan ini terbawa hingga Barna dewasa. Ia tidak terima Wirya lebih diperhatikan orang tua ketimbang dirinya.