Sudah susah tambah susah dengan kehadiranku. Lalu ibu menyuruhku beristirahat, walau awalnya aku menolak. Karena kondisi ibukulah yang seharusnya dikhawatirkan. Namun, ibu tetap memintaku tidur, sementara ibu berjaga.
Baca Juga: Dukung Produktivitas Petani, DPRD Sukoharjo Minta Inventarisasi dan Evaluasi Alsintan
Petang itu aku terbangun, mendengar suara keluhan ibu. "Ibu kenapa?" tanyaku, khawatir.
"Tidak apa-apa, Nak. Hanya sakit sedikit."
"Ibu. Kumohon, jangan berbohong! Ibu, apa itu?" aku panik karena dari perut yang tertutup daster, muncul sebuah tonjolan yang membuatnya berteriak histeris.
"Ibu, tolong ditahan. Aku akan meminta tolong pada warga."
Aku pun berlari menuju jalan utama desa, dan meminta warga di sekitaran untuk bergegas menolong ibu. Beberapa menit kemudian, kami tiba di lokasi.
Akan tetapi, di sana, aku dan yang lainnya melihat pemandangan mengerikan. Ibuku sudah tidak selamat, terkapar dengan isi perut berceceran, dan dalam perutnya terdapat mayat orang dewasa.
Aku menangis ketakutan karena mayat itu adalah jasad dari salah satu warga yang menolongku tempo hari.
Warga pun ikut berduka dan membantuku membersihkan mayat ibu dan pria itu.
Dalam isak tangis, aku bertanya dalam hati, "Bagaimana itu bisa terjadi? Dan siapa yang tega melakukannya?" (seperti dikisahkan M. Yusuf Shabran di Koran Merapi) *