“Maaf, Mas. Kalau hanya ingin tidur, kan lebih nyaman tidur di rumah…,” ujar Darmanto dengan hati yang disabar-sabarkan. Namun yang ditegur cuek saja. Tidak bereaksi. Tetap saja tidur di kursi dengan suara dengkurnya yang keras.
Akhirnya, dengan hati amat mendongkol, Darmanto menerima keadaan. Jam setengah duabelas pertunjukan film usai. Di layar terpampang kalimat “The End”.
Byar! Lampu gedung dinyalakan. Seketika Darmanto njomblak. Orang tidur mendengkur tersebut ternyata… pocongan! Tampak hanya sekejap, kemudian menghilang. (Seperti dikisahkan FX Subroto di Koran Merapi) *