Dia menganalogikan kemoterapi seperti pengeboman satu area yang bisa berdampak pada daerah sekitar target, sementara terapi target seperti penembak runduk yang mengarah kepada sasaran tertentu.
Baca Juga: Satlantas Karanganyar Razia Kendaraan dengan Knalpot Brong. 29 Motor Diamankan
Salah satu pilihan terapi sistemik untuk pasien kanker hati adalah obat imunoterapi atezolizumab dan obat antikanker bevacizumab.
Sementara itu, pada pasien stadium terminal, perawatan yang diberikan adalah "best supportive care". Pasien tidak diberikan obat untuk kanker, melainkan terapi untuk mendukung kesehatan.
"Kalau nyeri dikasih obat antinyeri, diberi infus bila kurang dapat asupan makanan," jelas dia.
Baca Juga: Sengketa di Laut China Selatan Bisa Ganggu Ketahanan Pangan di Tanah Air
​Pentingnya deteksi risiko kanker hati
Kepala Staf Medis Patologi Klinik di Instalasi Laboratorium Terpadu, RS Dharmais, dr. Agus Kosasih menekankan pentingnya pemeriksaan rutin pada pasien hepatitis untuk mendeteksi risiko kanker hati. Agus menjelaskan, kanker hati bisa disebabkan oleh hepatitis B, hepatitis C, penyakit hati alkoholik atau penyebab lain seperti alflatoksin yakni jamur karsinogenik yang umumnya ditemukan pada makanan terkontaminasi.
Program surveilans berhubungan dengan pernaikan angka kesintasan. Pasien yang berisiko tinggi mengalami kanker hati, seperti penderita hepatitis B dan C dan fungsi hati abnormal disarankan menjalani pemantauan rutin minimal enam bulan sekali.
"Saat ini surveilans paling sering dilakukan melalui USG hati dan pengukuran AFP (Alfa Feto Protein) setiap 6 bulan," kata Kepala Departemen Laboratorium Terintegrasi RS Siloam MRCCC.
Baca Juga: BMKG Mendorong Nelayan Indonesia Manfaatkan Aplikasi InfoBMKG Sebagai Acuan Untuk Melaut
Rekomendasi minimal pemeriksaan adalah enam bulan sekali dengan menggunakan USG lewat tes PIVKA II ((Protein Induced by Vitamin K Absence or Antagonist) dan AFP.
Pemeriksaan laboratorium mengukur kadar PIVKA II pada darah pasien bisa membantu diagnosis kanker hati. Kadar PIVKA II di atas nilai normal bisa jadi penanda dalam surveilans untuk menyarankan pasien diperiksa lebih lanjut.
"Kadar PIVKA-II berkorelasi dengan keganasan tumor," kata Agus, menambahkan kombinasi PIVKA-II dan AFP memberikan akurasi diagnostik lebih baik.
Baca Juga: Harga Anjlok, Peternak Protes Dengan Membagikan Telur dan Ayam di Jalanan