HARIAN MERAPI - Ini yang ditunggu-tunggu petani tembakau di seluruh Tanah Air terkait harga cukai rokok.
Masalah kenaikan harga cukai rokok yang dikeluhkan petani tembakau ini telah dibahas di Komisi XI DPR RI.
Lima dari sembilan fraksi di Komisi XI DPR RI mendukung rencana Pemerintah menaikkan cukai rokok dengan angka maksimal tujuh persen agar tidak menimbulkan rentetan dampak lain.
Baca Juga: Penahanan Bupati Pemalang nonaktif diperpanjang selama 30 hari, ini kasusnya
"Kenaikan cukai rokok memang dibutuhkan untuk memperkuat penerimaan dalam APBN, tapi kenaikan tersebut perlu dibatasi," kata Anggota DPR Amir Uskara dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan kenaikan cukai terlampau tinggi akan berdampak signifikan. Kesempatan kerja di sektor industri hasil tembakau juga akan terkena imbas, mulai dari petani, sektor industri pengolahan tembakau, hingga para pedagang kaki lima.
"Karena itu, untuk tahun 2023 disarankan batas maksimum kenaikan cukai rokok adalah di kisaran tujuh persen," tambahnya.
Baca Juga: Longsor di Purbalingga, polisi bersama warga gotong royong tangani longsor
Jika dasar yang digunakan dalam menaikkan cukai rokok ialah untuk menurunkan prevalensi perokok, menurut dia, hal itu juga tidak relevan.
Berdasarkan riset Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 yang diluncurkan Kementerian Kesehatan, jumlah perokok dewasa bertambah 8,8 juta orang, dari 60,3 juta di 2011 menjadi 69,1 juta perokok di 2021. Sementara itu, selama periode 2011-2021, cukai rokok telah mengalami kenaikan cukup tinggi.
"Jadi, pesan cukai rokok untuk mengendalikan konsumsi rokok pun makin jauh dari esensi awal cukai sebenarnya," katanya.
Baca Juga: Jadi ujung tombak kualitas pendidikan, BCA hadirkan pelatihan kepemimpinan bagi 50 manajemen sekolah
Senada dengan itu, Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno menilai kenaikan tarif cukai rokok wajar bila didasarkan pada pertambahan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
"Meskipun untuk kepentingan kesehatan, di mata para pegiat antirokok angka tersebut dianggap masih rendah," kata Supratikno.