SEORANG pemuda pengangguran bisa memikat hati seorang pramugari. Itulah yang dilakukan HB (32), warga Bantul yang mampu membuat FR (29) kesengsem, sampai rela mengeluarkan uang hingga Rp 240 juta, nominal yang sangat besar.
Hanya berpenampilan seperti polisi, menenteng senjata api, yang ternyata hanya mainan, FR yang kini mantan pramugari ini seolah tak berdaya dan langsung tertarik.
Dengan dalih meminjam uang untuk mengembangkan usaha rental mobil, HB pun mendapat pinjaman Rp 240 juta dari FR. Namun FR mulai curiga setelah beberapa lama sulit menghubungi HB, bahkan yang bersangkutan sudah tak bisa dihubungi lagi.
Baca Juga: Cairkan Pinjaman Bank Tanpa Agunan, Mana Bisa ?
Ketika FR mengecek ke Polsek Gondokusuman yang diaku sebagai tempat dinas HB, ternyata tidak ada nama tersebut. Sadar telah menjadi korban penipuan HB, FR selanjutnya melapor ke polisi dan segera menangkap tersangka di kawasan Gondokusuman.
Ironisnya, saat ditangkap HB sedang tiduran di trotoar. Lantas di mana uang Rp 240 juta milik FR ? Menurutnya sudah habis tak berbekas. Katanya untuk foya-foya, pinjam mobil, tidur di hotel dan mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kasus ini terjadi akibat kelihaian HB atau keteledoran FR ? Jawabnya bisa keduanya.
HB tergolong lihai karena sebagai pemuda pengangguran mampu memperdaya FR yang notabene terpelajar, apalagi pernah jadi pramugari. Hanya melihat tampilan foto HB yang menenteng senjata dengan atribut polisi, FR langsung percaya begitu saja bahwa yang bersangkutan benar-benar polisi. Semestinya, kalau tidak teledor, FR bisa langsung mengecek di kepolisian benar tidaknya bahwa HB adalah polisi.
Baca Juga: Mengapa Dukun Pengganda Uang Tak Mau Gandakan Uang Sendiri ?
Atribut kepolisian pun mudah didapatkan setiap orang, mulai dari masker, topi hingga atribut lain. Itulah yang dilakukan HB yang membeli atribut kepolisian dari toko koperasi polisi. Sedangkan senjata yang ia tenteng hanyalah mainan anak-anak yang memang dijual bebas di toko alat mainan.
Hanya dengan cara seperti itu ia bisa menggaet seorang mantan pramugari.
Boleh jadi, korbannya tidak hanya FR, sehingga polisi perlu mengambangkan kasusnya. Meskipun HB sudah ditangkap, namun tak ada jaminan uang FR kembali. Mengapa ?
Kalau secara faktual HB tidak memegang uang, lantas dari mana akan mengembalikan kepada FR ? Apakah FR cukup puas hanya melihat HB dipenjara, sementara uangnya tak kembali ? Itulah problem hukum pidana yang tidak selalu bisa menjamin hak-hak korban.
Sedang kalau ditempuh jalur perdata, pun tak juga menjamin hak FR terpenuhi. Misalnya HB tak punya aset apapun, sehingga tetap tak bisa untuk membayar kerugian korban. Boleh dibilang nasib FR memang lagi apes. (Hudono)