ADA fenomena menarik dalam persidangan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua atau Brigadir J yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beberapa hari lalu.
Terdakwa Bharada Richard Eliezer atau Bharada E dalam persidangan mengaku tak mampu menolak perintah atasannya, Irjen Ferdy Sambo untuk menembak rekannya Brigadir J.
Saat dihadirkan sebagai terdakwa, Bharada E pun meminta maaf karena telah menembak rekannya sendiri. Benarkah Bharada E tak bisa menolak perintah Irjen Ferdy Sambo ? Apakah perintah ini bersifat relatif atau absolut ?
Baca Juga: Pelatih PSIM Jogja Erwan Hendarwanto kedepankan aspek psikologis pemain saat latihan reguler
Hal ini akan terungkap di persidangan lanjutan. Dalam aturan internal Polri, perintah atasan dianggap sebagai hukum sehingga harus dijalankan. Lantas, bagaimana seandainya perintah atasan itu ternyata melanggar atau bertentangan dengan hukum ? Bukankah bawahan berhak menolak perintah tersebut ?
Agaknya, pengacara Bharada E telah mempersiapkan pembelaan dengan argumen bahwa kliennya tak kuasa untuk menolak perintah atasannya yang notabene seorang jenderal. Padahal, perintah tersebut jelas-jelas melanggar undang-undang. Membunuh orang tanpa hak adalah melanggar hukum. Bharada E mestinya paham soal itu.
Artinya, Bharada E seharusnya paham bahwa saat itu atasannya sedang melanggar hukum, sehingga perintahnya pun melanggar hukum. Apakah ini juga harus diataati ? Inilah yang nanti dinilai majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Baca Juga: 2 anak di NTT meninggal dunia akibat gejala gagal ginjal akut, ini penjelasan IDAI
Begitu pula terkait dampak bila Bharada E menolak perintah Ferdy Sambo, apakah akan membahayakan keselamatan jiwanya ? Misalnya, bila Bharada E tak mau menembak Brigadir J, maka ia sendiri yang akan ditembak. Nah, bila ini yang terjadi tentu ada pertimbangan khusus bagi hakim untuk menoleransi atau tidak tindakan Bharada E.
Pendapat umum mengatakan perintah jenderal harus ditaati bawahannya, apapun perintahnya. Bawahan atau prajurit tinggal menjalankan perintah tanpa reserve. Hal ini masih bisa diperdebatkan ketika bawahan patut menduga bahwa perintah tersebut salah dan melanggar hukum. Contoh ekstrem, kalau atasan memerintahkan bawahan untuk bunuh diri, apakah juga harus ditaati ?
Kiranya sidang Bharada E makin menarik, termasuk ketika yang bersangkutan atau pengacaranya mengajukan pledoi atau pembelaan. Hakim tentu akan menilai pembelaan tersebut sebagai hal yang diterima atau tidak. Konsekuensinya akan mempengaruhi hukuman yang bakal dijatuhkan. (Hudono)