DI bulan Ramadhan ini ternyata masih ada anggota geng pelajar yang bikin onar, keluyuran membawa senjata tajam di kampung. Namun ketika berhadapan dengan warga, nyalinya ciut dan memilih kabur.
Adalah D (16) warga Kota Jogja yang menenteng senjata tajam berupa celurit di kampung Bener Tegalrejo Yogya Rabu pekan lalu.
Ia mengaku ingin membalas dendam karena rekannya diserang. Namun tak jelas siapa yang menyerangnya.
Baca Juga: Dua Terdakwa Kasus Diklatsar Menwa UNS yang Menewaskan Gilang Endy Saputra Divonis 2 Tahun Penjara
Yang jelas, D bersama temannya ingin membalas dendam, namun keburu ketangkap warga yang kebetulan melihat D mengeluarkan celurit.
Tidak kurang-kurang polisi melakukan patroli dan pemberantasan penyakit masyarakat, termasuk aksi klitih. Tapi ada saja celah yang dimanfaatkan pelaku kejahatan untuk ngisruh.
D beraksi ketika polisi tidak sedang patroli. Untung ada saksi mata yang melihat pelaku mengeluarkan senjata tajam. Nyali pelaku ciut ketika dikejar warga, bahkan berusaha membuang celurit ketika warga menangkapnya.
Baca Juga: Hary Tanoesoedibjo Umumkan Partai Berkarya Resmi Bergabung Koalisi Partai Nonparlemen
Sepertinya, penjahat apapun akan takut ketika berhadapan dengan warga. Karena itu, pertahanan kampung harus diperkuat untuk menangkal segala jenis kejahatan, termasuk klitih dan sejenisnya. Pelaku lebih baik kabur ketimbang berurusan dengan warga.
Karena pelaku masih berusia 16 tahun maka proses hukumnya menggunakan UU Sistem Peradilan Pidana Anak. Pelaku tetap dapat dijerat pidana, namun maksimal hukuman yang bisa dijatuhkan hanyalah separoh dari ancaman pidana orang dewasa.
Memang D tidak harus masuk penjara, namun setidaknya proses hukum harus dijalankan karena yang bersangkutan membawa senjata tajam yang notabene diancam pidana sebagaimana diatur UU Darurat No 12 Tahun 1951 dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.
Hanya saja, karena pelaku masih anak-anak ancaman maksimalnya dikurangi separohnya.
Soal apakah akan ditempuh diversi (penyelesaian di luar hukum) sepenuhnya menjadi kewenangan penegak hukum, dalam hal ini polisi.
Kelemahannya, bila ditempuh cara diversi, tidak akan memberi efek jera pada pelaku, sehingga ada kemungkinan mengulangi perbuatannya. Sebaliknya, bila ditempuh jalur pidana, akan banyak protes terutama dari kalangan aktivis perlindungan anak.