KASUS sate sianida dengan terdakwa Nani Apriliani Nurjaman (25), warga Majalengka Jawa Barat, memasuki babak akhir di Pengadilan Negeri (PN) Bantul.
Majelis hakim PN Bantul akhirnya menghukum Nani 16 tahun penjara, karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana (340 KUHP) sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Sebenarnya vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan JPU yang menuntut Nani dihukum 18 tahun penjara. Atas vonis tersebut, pengacara Nani langsung menyatakan banding karena hukuman tersebut dinilai terlalu berat. Vonis hakim dinilai tidak adil, sehingga pihak pengacara mengajukan banding.
Tentu wajar saja pengacara dalam kapasitas sebagai pembela kliennya mengajukan banding, karena ia beracara di pengadilan memang untuk membela kliennya, yakni Nani. Wajar pula bila terdakwa maupun pengacaranya mengatakan vonis tidak adil. Mengapa ? Karena keadilan bersifat relatif. Adil menurut seseorang belum tentu adil menurut orang lain.
Dalam kaitan itu, kita harus menghormati putusan majelis hakim. Dalam putusannya hakim selalu menyertakan irah-irah demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Mahas Esa. Putusan hakim ini akan dipertanggungjawabkan bukan saja di depan manusia, tapi juga di hadapan Tuhan.
Dalam menjatuhkan vonis hakim tentu sudah mempertimbangkan faktor yang meringankan maupun memberatkan hukuman. Putusan itu juga didasarkan pada suara hati nurani hakim. Bahwa kemudian terdakwa maupun pengacaranya menganggap tidak adil, itu hal yang biasa dalam dunia peradilan.
Baca Juga: Jantung Pisang Tak Hanya Tokcer Mendongkrak Produksi ASI, Berikut ini Manfaat Lainnya
Coba bayangkan, bagaimana perasaan driver ojek Bandiman yang kehilangan anaknya Naba Faiz Prasetya (10) karena menelan racun sianida yang telah dicampur bumbu sate yang berasal dari Nani ? Bandiman pun mengatakan hukuman terhadap Nani terlalu ringan, tidak sebanding dengan nyawa anaknya. Nyawa memang tidak ada bandingannya.
Dihukum seberat apapun, tak bisa mengembalikan nyawa Naba. Hakim dalam menjatuhkan hukuman kepada Nani tentu juga mempertimbangkan korban maupun keluarga korban.
Hukum memberi kesempatan bagi pihak terdakwa untuk mengajukan banding bila putusannya tidak memuaskan atau dinilai tidak adil, dan sebagainya. Jaksa juga punya hak sama untuk mengajukan banding bila antara tuntutan dengan putusan disparitasnya sangat tinggi. Namun dalam kasus ini, selisih antara vonis hakim dengan tuntutan jaksa hanya 2 tahun.
Catatan pentingnya, hakim menilai bahwa unsur Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana telah terpenuhi. Bahwa target sasaran meleset, tidaklah menghilangkan unsur tindak pidananya.
Nani menargetkan Tomy, mantan kekasihnya, yang memakan sate sianida, namun ternyata meleset, karena sate itu dimakan Bandiman sekeluarga, hingga mengakibatkan sang anak Naba keracunan dan meregang nyawa. Kematian ini memang tidak dikehendaki oleh Nani, karena bukan Naba yang disasar.
Pasal 340 KUHP sama sekali tidak menyebut soal target, apakah salah sasaran atau tidak, melainkan menyebut unsur tindak pidananya. Begitu unsurnya terpenuhi, maka pelaku dipidana. Itulah mengapa hakim PN Bantul menerapkan Pasal 340 KUHP. (Hudono)