HEBOH janda tewas di dalam mobil di kawasan Pantog Wetan Kalibawang Kulonprogo beberapa waktu lalu akhirnya terungkap.
Awalnya kasus tersebut dikira pembunuhan, namun setelah dilakukan penyelidikan intensif oleh kepolisian, terungkap bahwa janda SPH (38) warga Seyegan Sleman itu tewas karena bunuh diri. Ia bunuh diri dengan cara menenggak racun sianida yang dibelinya secara online.
Lantas apa motifnya ? Diduga lantaran kecewa tak ada kepastian hubungan dengan kekasihnya, ABP. Padahal keduanya sudah menjalin hubungan asmara selama tiga bulan, namun tak ada kepastian, ke mana arah hubungan tersebut. Lantaran itulah SPH mengakhiri hidup dengan cara menenggak racun sianida.
Baca Juga: Lele goreng lengkuas mudah dibuat, miliki cita rasa gurih, nikmat dan aromanya memikat
Upaya pertolongan sebenarnya sudah dilakukan ABP dan saksi lainnya, bahkan korban sudah dibawa ke rumah sakit, namun nyawanya tidak tertolong. Kasus yang semula dikira pembunuhan pun ditutup, terlebih keluarga korban sudah ikhlas menerima kenyataan itu.
Apakah ABP dapat dimintai pertanggungjawaban hukum lantaran telah membuat SPH kecewa hingga nekat bunuh diri ? Tentu sangat sulit, bahkan tidak mungkin untuk meminta pertanggungjawaban ABP.
Kecuali dapat dibuktikan bahwa SPH bunuh diri lantaran bujukan dari APB. Sebab, dalam KUHP, orang yang membujuk atau memberi kesempatan kepada orang lain untuk bunuh diri dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.
Akan halnya kasus SPH, diduga ia melakukan atas inisiatif sendiri. Bahwa yang bersangkutan kecewa lantaran tidak ada kejelasan hubungan dengan ABP, tentu itu bukan faktor yang dapat dipidanakan.
Hubungan asmara adalah hal biasa, cinta ditolak juga hal biasa. Kalau selanjutnya kekecewaan itu berbuntut aksi nekat membunuh diri sendiri, tentu tanggung jawabnya ada pada yang bersangkutan, bukan orang lain.
Baca Juga: HUT Bhayangkara ke 77, Polres Sukoharjo lakukan anjangsana ke purnawirawan Polri
Hanya saja, secara moral, tentu harus ada kepedulian kepada orang lain. ABP mestinya memberi penjelasan kepada SPH tentang kepastian hubungan mereka agar tidak menggantung.
Misalnya dengan mengatakan, hubungan tidak dapat dilanjutkan karena sesuatu hal, itu tidak melanggar hukum. Namun kalau hanya diam, akan membingungkan dan membuat SPH merasa stres hingga berujung bunuh diri.
Kasus bunuh diri yang selama ini terjadi di DIY, salah satunya karena faktor asmara di samping faktor ekonomi. Berbagai upaya telah coba dilakukan pemerintah daerah, namun hasilnya belum efektif. Jika demikian, faktor internal (keluarga) diharapkan lebih berperan mencegah terjadinya bunuh diri. (Hudono)