JANGAN biarkan anak-anak bermain senapan angin, karena bisa berbahaya dan mengancam nyawa orang. Tentu ini nasihat bijak yang harus diperhatikan terutama oleh orang dewasa agar tidak membiarkan anak-anak bermain senapan angin.
Peristiwa di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Kamis lalu harus menjadi pelajaran berharga. Seorang anak usia 13 tahun bermain-main dengan senapan angin, tiba-tiba meletus mengenai saudara sepupunya usia 25 tahun yang berada di lokasi. Korban sempat dilarikan ke pelayanan kesehatan, namun jiwanya tidak tertolong.
Kasus ini masih ditangani Polres Semarang, namun sejauh ini masih dilakukan pendekatan kekeluargaan. Pada dasarnya tindakan anak usia 13 tahun itu adalah perbuatan pidana, yakni karena kelalaiannya menyebabkan orang lain meninggal (359 KUHP).
Baca Juga: Galang 90 perupa perempuan, Komunitas Lintas Batas gelar pameran besar nasional 4 'Mantra Cinta'
Namun, mengingat usianya masih di bawah umur, anak tersebut belum sepenuhnya dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya di muka hukum.
Jadi, dari aspek perbuatannya, tetap masuk kategori pidana, hanya pertanggungjawabannya yang berbeda. Kalau hendak ditelisik lagi, mengapa anak tersebut bisa membawa senapan angin yang notabene sangat berbahaya. Sebab, diduga kuat senapan itu dalam kondisi terisi peluru dan siap tembak.
Namanya saja anak, tentu tak bisa mempertimbangkan bahaya atas perbuatannya. Sehingga ia bermain-main dengan senapan tersebut, hingga kemudian terjadi tragedi. Senapan tiba-tiba menyalak dan mengenai sepupunya yang kebetulan berada di lokasi.
Kalau mau jujur, orangtua anak tersebut juga dapat dimintai pertanggungjawaban, mengapa membiarkan atau teledor sehingga anaknya bisa memainkan benda berbahaya. Mungkin tidak ada kesengajaan dari anak tersebut untuk menembak sepupunya. Artinya, peristiwa meletusnya senapan hingga melukai sepupunya merupakan peristiwa yang tidak pernah diduga sebelumnya.
Bila itu dilakukan orang dewasa, sudah jelas dapat diterapkan Pasal 359 KUHP yakni kelalaian yang menyebabkan tewasnya orang lain. Namun karena pelakunya anak di bawah umur, tentu banyak pertimbangan sebelum memproses hukum, apalagi korbannya masih tergolong kerabat sendiri.
Rasanya polisi bakal menerapkan restorative justice sehingga tidak meneruskan kasusnya hingga penuntutan. Hal ini didasari pula kerelaan keluarga korban yang notabene masih famili dengan pelaku. Seperti diketahui, penerapan restorative justice harus atas persetujuan korban atau keluarga korban. (Hudono)