cermin

Menunggu hukuman mati

Minggu, 16 November 2025 | 08:30 WIB
Massa dari keluarga dan kerabat korban melakukan aksi menuntut agar pelaku pembunuhan sopir taksi online diberikan tuntutan hukuman mati. (Yusron Mustaqim)

SULIT membayangkan bagaimana perasaan orang yang menunggu eksekusi mati. Inilah yang dialami 500 narapidana di Indonesia yang kini sedang menunggu eksekusi mati. Mereka telah mendapat putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atas vonis mati. Namun, kapan vonis itu hendak dilaksanakan ? Itulah yang hingga kini belum ada kejelasan.

Pemerintah kini sedang menyiapkan RUU tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati. Rancangan dari pemerintah akan diserahkan Presiden Prabowo Subianto kepada Ketua DPR RI Puan Maharani. Masih belum dapat dipastikan RUU tersebut akan kelar menjadi undang-undang. Apakah dengan demikian 500 napi itu harus menunggu RUU disahkan ? Lagi-lagi jawabnya belum jelas.

Selama ini Indonesia memang masih memberlakukan pidana mati untuk kejahatan luar biasa, baik itu kasus terorisme, narkoba maupun korupsi. Namun eksekusinya tak mudah, harus menunggu proses panjang bahkan hingga bertahun-tahun. Tentu ini tidak memberi kepastian hukum bagi terpidana. Mereka hanya dibayangi ketidakpastian kapan akan dieksekusi.

Baca Juga: Transisi Energi ASEAN Berpotensi Ciptakan Krisis E-Waste Jika Tidak Diantisipasi

Komnas HAM sebenarnya tidak setuju dengan hukuman mati. Dasarnya, Pasal 28A UUD 1945 yang intinya menyebutkan, hak hidup seseorang tak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Negara harus menjamin hak hidup seseorang. Inilah yang kemudian menjadi polemik berkepanjangan. Karena itu, hingga saat ini Komnas HAM tetap menentang hukuman mati.

Namun secara hukum, pidana mati masih tetap berlaku di Indonesia. Dengan demikian eksistensinya masih tetap diakui. Hanya saja pelaksanaannya selektif melalui proses panjang, bahkan sampai presiden menolak grasi.

Permohonan grasi kepada presiden memang bukan langkah hukum, namun dapat mengubah putusan hukum. Dengan kata lain, bila presiden menerima grasi terpidana, maka hukuman mati dapat dihapuskan atau dikonversi menjadi seumur hidup atau dua puluh tahun penjara.

Baca Juga: Green Jobs Menjadi Arah Baru Profesi Teknik Lingkungan

Konversi hukuman inilah yang kini sedang diupayakan. Dalam KUHP yang baru, yang akan diberlakukan awal Januari 2026 nanti, hukuman mati bukanlah hukuman pokok melainkan alternatif yang pelaksanaannya sangat selektif. Bahkan hakim dapat menjatuhkan hukuman percobaan selama 10 tahun. Artinya, bila selama 10 tahun itu berkelakuan baik, maka hukuman diubah menjadi seumur hidup atau 20 tahun penjara.

Hukuman mati memang masih sangat diperlukan agar membuat pelaku jera, namun pelaksanaannya harus selektif dan melalui proses akhir, termasuk grasi. (Hudono) 

Tags

Terkini

'Ke-Empu-an' perempuan dalam Islam

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:00 WIB

Perlu penertiban pengamen di Jogja 

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:00 WIB

Begini jadinya bila klitih melawan warga

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:30 WIB

Juragan ikan ketipu perempuan, begini modusnya

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:00 WIB

Doa-doa mustajab dalam Al-Quran dan Al-Hadits

Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:00 WIB

Pesan-pesan Al-Quran tentang menjaga kesehatan jiwa

Jumat, 19 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tasamuh dalam beragama

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:00 WIB

Keutamaan membaca dan tadabbur Al-Quran

Selasa, 16 Desember 2025 | 17:00 WIB

Manajemen hati untuk raih kebahagiaan sejati

Senin, 15 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tujuh kunci masuk ke dalam pintu Surga-Nya

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:00 WIB

Ngeri, pekerja tewas di septic tank, ini gara-garanya

Minggu, 14 Desember 2025 | 09:00 WIB

Pak Bhabin kok urusi kawin cerai

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:30 WIB

Peran orang tua dalam pembentukan generasi berkualitas

Sabtu, 13 Desember 2025 | 17:00 WIB

Waspadai bukti transfer palsu

Jumat, 12 Desember 2025 | 12:30 WIB