MENGAPA masyarakat gampang emosi dan ringan tangan ? Boleh jadi, karena himpitan ekonomi, harga kebutuhan pokok melonjak, orang gampang stres dan mudah marah. Hanya gara-gara masalah sepele, gampang main hakim sendiri. Akibatnya, bukannya masalah selesai, tapi malah menambah masalah, yakni urusan hukum.
Agaknya inilah yang terjadi di kawasan Parangtritis baru-baru ini. Entah sebab apa, seorang pria nekat menikam seseorang menggunakan cula ikan pari mengenai bagian punggung hingga menimbulkan luka serius. Awalnya, pelaku inisial M (28) warga Banyumas yang berdomisili di Dusun Parangtris sedang duduk-duduk bersama pacarnya di tempat tinggalnya. Berikutnya, seorang pria lewat di lokasi tersebut hendak mengambil motor di bengkel.
Entahlah ada persoalan apa di antara mereka, M kemudian berdiri sambil membawa kunci L dan menantang korban, inisial PP (32), warga Parangtritis. Sempat terjadi cekcok di antara mereka hingga terjadi penusukan terhadap PP menggunakan cula ikan pari. Warga yang mengetahui kejadian tersebut berhasil mengamankan M hingga urusan berlanjut ke polisi.
Baca Juga: 200 anak ikut Khitanan Massal Hari Jadi ke-108 Karanganyar di Masjid Agung Madaniyah
Sejauh ini masih belum jelas motif penyerangan terhadap PP, polisi masih mendalaminya. Apakah kasus ini dapat diselesaikan secara restoratif justice ? Tentu masih harus dilihat duduk perkaranya. Pun, bila korban bersedia memaafkan pelaku. Bila aspek ini tidak terpenuhi, tak bisa dilakukan penyelesaian di luar hukum.
Menyangkut motif, bisa saja terkait dengan masalah wanita. Apalagi, saat itu, pelaku sedang duduk-duduk bersama seorang perempuan yang diduga pacarnya.
Namun, itu sama sekali tidak berkait dengan ada tidaknya unsur pidana. Yang perlu diperdalam justru mengapa pelaku saat itu sudah membawa kunci L, apakah alat ini memang sudah dipersiapkan untuk menganiaya korban ? Ini penting diungkap untuk mengetahui apakah penganiayaan itu direncanakan atau spontan. Sebab, bila direncanakan, ancaman hukumannya lebih berat.
Kejahatan bisa terjadi di mana saja, baik ada motif maupun tak ada motif. Yang belakangan ini orang sering menyebutnya sebagai klitih. Kasus penganiayaan yang menimpa PP harus diusut tuntas, apalagi sampai menimbulkan luka serius. Upaya damai bisa dikesampingkan, apalagi korban tak memberi maaf kepada pelaku. Ini juga sebagai pembelajaran bagi pelaku agar tak main hakim sendiri. (Hudono)
| Balas Teruskan Tambahkan reaksi |