HARIAN MERAPI - Kondisi keluarga dan milieu yang kurang kondusif pemicu perilaku agresif anak-anak dan remaja.
Perilaku agresif menggambarkan fenomena yang multidimensional yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat kompleks. Secara umum, Conger, dkk menjelaskan bahwa faktor-faktor keluarga, sekolah, sosial budaya, dan kepribadian sebagai faktor utama yang mempengaruhi perilaku kekerasan anak-anak dan remaja.
Selain itu, variabel demografis seperti jenis kelamin, urutan kelahiran, usia, pengalaman pra sekolah, jumlah saudara kandung, status sosial ekonomi orang tua, dan lingkungan fisik seperti iklim, cuaca, kepadatan penduduk berhubungan pula dengan perilaku agresif dan kekerasan.
Zillman sebagaimana dikutip Hasballah menjelaskan teorinya tentang agresi dengan menekankan pada hubungan antara individu dengan milieu (lingkungan) sekitarnya. Adalah faktor non material seperti suhu, cahaya, dan kebisingan yang mempengaruhi kualitas suatu kawasan lingkungan hidup.
Ada hubungan timbal balik antara keduanya; apabila lingkungan mendukung keberadaannya, maka perilaku agresif dapat diredam atau dikendalikan.
Apabila alam sekelilingnya tidak memberikan dukungan terhadap keberadaannya maka di sinilah muncul kecenderungan anak-anak dan remaja berperilaku agresif.
Faktor keluarga juga memberikan konstribusi terhadap perkembangan perilaku anak.
Dalam perspektif Islam, keluarga merupakan tiang utama kehidupan manusia sebagai tempat sosialisasi nilai-nilai yang paling intensif dan menentukan. Karena itu menjadi tanggung jawab setiap orang tua untuk mewujudkan kehidupan keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah, yang dikenal dengan keluarga SAMARA.
Baca Juga: Inilah lima prioritas Pemerintah dalam strategi pemanfaatan AI
Keluarga-keluarga dalam Islam dituntut untuk benar-benar dapat mewujudkan keluarga sakinah yang terkait dengan pembentukan Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah menuju terwujudnya Masyarakat Utama yang sebenar-benarnya.
Menurut Michele Borba, salah satu cara terbaik agar anak bersikap hormat adalah dengan cara menghargai mereka. Berikut ada tujuh sikap orang tua yang dapat membuat anak melihat dirinya sebagai individu yang berharga,
yaitu : (a) perlakukan anak sebagai orang terpenting di dunia, (b) berikan kasih sayang tanpa syarat, (c) dengarkan dengan penuh perhatian dan penghargaan, (d) komunikasikan sikap hormat dengan seluruh gerakan tubuh, bukan hanya dengan kata-kata, (e) membangun konsep diri yang positif, (f) katakan pada mereka mengapa anda menyayangi dan menghargai mereka, dan (g) nikmati kebersamaan.
Sejumlah keluarga masih menunjukkan karakteristik keluarga yang kurang Islami, seperti terjadinya kekerasan domestik, praktik pengasuhan yang kurang konmdusif, status sosial ekonomi, latar belakang pendidikan dan kepribadian anti sosial orang tua yang memberikan konstribusi terhadap perkembangan perilaku anak, termasuk
perilaku kekerasan.
Baca Juga: Puncak Arus Angkutan Nataru Lintas Ketapang-Gilimanuk 23-24 Desember 2024
Orang tua sebagai pemegang posisi kunci dalam keluarga memainkan peran besar dalam memunculkan perilaku agresif dan kekerasan. Koordinasi keluarga yang buruk, peremehan yang dilakukan secara aktif oleh orang tua, kurangnya kerja sama dan kehangatan, dan pemutusan hubungan oleh salah satu orang tua yang dikarenakan perceraian atau sebab lain, merupakan kondisi yang membuat anak menghadapi resiko dalam perkembangannya.