HARI gini masih ada sopir ugal-ugalan, menerobos lampu merah hingga menabrak pengendara sepeda motor. Pengendara terpental dan terlepas dari motornya hingga mengalami luka parah dan dirujuk ke RSUP Sardjito. Itu terjadi di perempatan Gading, Wonosari Gunungkidul, Minggu lalu. Sopir ugal-ugalan yang ngeblong lampu merah adalah SR (51), warga Ngestiharjo Kasihan Bantul.
Sedang korbannya, Ny Handri Subawanti (59), warga Gading, Wonosari Gunungkidul. Tindakan SR sangat nekat hingga mencelakai orang lain. Sopir abai terhadap keselamatan orang lain yang mengendarai motor. Padahal, saat itu jalan di kawasan tersebut relatif padat kendaraan, namun sang sopir nekat menerobos lampu merah.
Kebetulan saat itu tak ada petugas jaga. Barangkali lantaran itulah sang sopir nekat melanggar lampu merah. Andai saat itu ada polisi jaga, boleh jadi sang sopir akan berpikir seribu kali untuk melanggar. Padahal, yang lebih penting adalah bagaimana pengguna jalan, termasuk sopir bus menghormati dan menjaga orang lain agar tidak celaka.
Baca Juga: Protes Pajak Hiburan Naik 40-75 Persen, Inul Daratista: Itungane Piye Pak Sandiaga Uno?
Umumnya mereka patuh berlalu lintas lantaran diawasi petugas. Sebaliknya, bila tak diawasi, mereka sekehendak hati, ngeblong lampu merah dan sebagainya. Ngeblong lampu merah bukan berarti remnya blong, melainkan ada kesengajaan dari sang sopir untuk menerabas lampu merah yang seharusnya dia berhenti.
Kiranya, agar pengguna jalan mematuhi aturan lalu lintas, alangkah baiknya di setiap perempatan traffic light dipasangi ETLE, sehingga setiap pelanggaran terpantau dan nantinya akan dikenai tilang secara elektronik.
Jika demikian, mau tak mau, meski dengan terpaksa, mereka akan patuh tak berani melanggar, daripada harus membayar denda yang jumlahnya tidak sedikit.
ETLE hanyalah sarana untuk membuat para pelanggar kapok. Dengan kata lain akan membawa efek jera. Selanjutnya, hal yang awalnya terpaksa namun dilakukan berulangkali akan menjadi kebiasaan. Kalau kebiasaan itu sudah terbentuk, maka upaya paksa sebenarnya sudah tak diperlukan lagi.
Mendorong masyarakat untuk tertib berlalu lintas memang tak bisa instan, melainkan lewat proses, termasuk proses pemaksaan. Barulah setelah dipaksa, akan taat pada aturan.
Ini berbeda dengan masyarakat modern yang kesadarannya jauh lebih tinggi ketimbang di negara-negara berkembang. Aturan dibuat tentu untuk ditaati, bukan dilanggar. (Hudono)