cermin

MKMK banyak dipuji, tapi tak bisa ubah putusan karena ini

Minggu, 19 November 2023 | 09:00 WIB
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menyampaikan keterangan kepada wartawan di Gedung II MK, Jakarta, Jumat (3/11/2023). (ANTARA/Rina Nur Anggraini)



INILAH yang ditunggu masyarakat, putusan Majelis  Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait dugaan pelanggaran kode etik sembilan hakim konstitusi dalam memutus perkara batas usia minimal capres cawapres. Namun, boleh jadi, sebagian masyarakat kecewa atas putusan MKMK lantaran tidak mengubah apa-apa.

Putusan MK yang membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun namun pernah atau sedang menjabat kepala daerah menjadi capres maupun cawapres, tidak berubah. Tentu saja, karena MKMK tidak memeriksa atau mengadili putusan MK. MKMK di bawah kepemimpinan Jimly Asshiddiqie hanya memeriksa para hakim MK yang diduga melakukan pelanggaran etik.

Alhasil, Ketua MK Anwar Usman diputus melakukan pelanggaran berat, sehingga dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK.

Baca Juga: Anda masih kesulitan mengolah daging supaya empuk? Lakukan langkah berikut ini

Ia dinilai melanggar Sapta Karsa Hutama, yakitu prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi serta prinsip kepantasan dan kesopanan. Sanksi terhadap Anwar paling berat dibanding delapan hakim konstitusi lainnya.

Hanya Anwar-lah yang melakukan pelanggaran berat. Anggota MKMK Bintan Saragih mengajukan dissenting opinion agar Anwar Usman tak hanya dicopot dari Ketua MK, melainkan juga dicopot sebagai hakim MK, namun ia kalah suara, sehingga putusannya Anwar dicopot dari Ketua MK. Selanjutnya yang bersangkutan tak boleh memeriksa perkara sengketa dalam pemilu hingga periodenya habis.

Dengan terbuktinya Anwar Usman melakukan pelanggaran berat etik, sama sekali tak mengubah putusan MK yang telah ia jatuhkan. Pasalnya, putusan MK bersifat final dan mengikat. Kita ingat ketika Akil Mochtar menjabat sebagai Ketua MK, yang kemudian ditangkap KPK lantaran menerima suap dari pihak yang berperkara dalam Pilkada.

Baca Juga: Perjuangan timnas Indonesia U-17 terhenti, saatnya memikirkan nasib para pemain setelah Piala Dunia U-17 2023

Meski Akil dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan terbukti menerima suap dalam perkara pilkada yang ditanganinya, putusan MK yang ia jatuhkan tetap sah, final dan mengikat. Memang aneh, padahal jelas-jelas, putusan tersebut dijatuhkan oleh hakim yang menerima suap. Itulah konsekuensi dari konstitusi bahwa putusan MK final dan mengikat. Jadi, meskipun putusan itu mengandung suap dan kongkalkong, tetap saja sah dan harus dijalankan.

Itulah problem serius MK. Bila para hakimnya punya integritas moral yang tinggi, tentu tidak masalah, namun bila hakimnya bermasalah, bahkan terlibat korupsi, mengapa putusannya tetap sah ? Kiranya perlu evaluasi demi perbaikan MK di masa mendatang. (Hudono)

Tags

Terkini

'Ke-Empu-an' perempuan dalam Islam

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:00 WIB

Perlu penertiban pengamen di Jogja 

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:00 WIB

Begini jadinya bila klitih melawan warga

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:30 WIB

Juragan ikan ketipu perempuan, begini modusnya

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:00 WIB

Doa-doa mustajab dalam Al-Quran dan Al-Hadits

Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:00 WIB

Pesan-pesan Al-Quran tentang menjaga kesehatan jiwa

Jumat, 19 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tasamuh dalam beragama

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:00 WIB

Keutamaan membaca dan tadabbur Al-Quran

Selasa, 16 Desember 2025 | 17:00 WIB

Manajemen hati untuk raih kebahagiaan sejati

Senin, 15 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tujuh kunci masuk ke dalam pintu Surga-Nya

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:00 WIB

Ngeri, pekerja tewas di septic tank, ini gara-garanya

Minggu, 14 Desember 2025 | 09:00 WIB

Pak Bhabin kok urusi kawin cerai

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:30 WIB

Peran orang tua dalam pembentukan generasi berkualitas

Sabtu, 13 Desember 2025 | 17:00 WIB

Waspadai bukti transfer palsu

Jumat, 12 Desember 2025 | 12:30 WIB