MKMK jatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif terhadap hakim terlapor, Saldi Isra tidak langgar etik

photo author
- Selasa, 7 November 2023 | 20:55 WIB
Sidang pengucapan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait laporan dugaan pelanggaran kode etik dan perilku hakim konstitusi atas putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 di Gedung MK RI, Jakarta, Selasa (7/11/2023).  (ANTARA/Fath Putra Mulya)
Sidang pengucapan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait laporan dugaan pelanggaran kode etik dan perilku hakim konstitusi atas putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 di Gedung MK RI, Jakarta, Selasa (7/11/2023). (ANTARA/Fath Putra Mulya)

HARIAN MERAPI - Hakim konstitusi Saldi Isra tidak terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim soal pendapat berbeda (“dissenting opinion”) dirinya dalam putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

“Menyatakan hakim terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sepanjang terkait pendapat berbeda (‘dissenting opinion’),” kata Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie saat membacakan amar putusan di Gedung MK RI, Jakarta, Selasa (7/11/2023).

Namun begitu, Saldi Isra dinyatakan terbukti secara bersama-sama dengan para hakim konstitusi lainnya menyangkut kebocoran informasi rahasia Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dan pembiaran praktik benturan kepentingan para hakim konstitusi dalam penanganan perkara.

Baca Juga: Sebanyak 70 persen penduduk Gaza dipaksa untuk mengungsi akibat serangan gencar Israel

“Hakim terlapor secara bersama-sama dengan para hakim lainnya terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan,” ucap Jimly.

Oleh sebab itu, Majelis Kehormatan menjatuhkan sanksi teguran lisan kepada Saldi Isra.

“Menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif terhadap hakim terlapor dan hakim konstitusi lainnya,” imbuh Jimly seperti dilansir ANTARA.

Lebih lanjut, Anggota MKMK Wahiduddin Adams menjelaskan bahwa Saldi Isra tidak dapat dikatakan melanggar kode etik terkait muatan pendapat berbedanya karena pendapat berbeda hakim konstitusi merupakan wujud independensi personal dan bagian dari kemerdekaan kekuasaan kehakiman.

Baca Juga: Begini tujuan Pemkab Sleman optimalkan penertiban dan penegakan hukum penataan ruang

“Dengan demikian, dalil para pelapor terkait dengan isu ini tidak beralasan menurut hukum dan harus dikesampingkan,” kata Wahiduddin menyampaikan pertimbangan Majelis Kehormatan.

Adapun para pelapor yang dimaksud adalah Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN), Advokat Lingkar Nusantara (Lisan), Lembaga Bantuan Hukum Cipta Karya Keadilan, dan Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia.

Laporan tersebut bermunculan pasca-putusan MK yang mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A. dari Surakarta, Jawa Tengah.

Atas putusan tersebut, Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu selengkapnya berbunyi “Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.

Baca Juga: Sidang kasus tanah kas desa Nologaten Caturtunggal Sleman, Krido Suprayitno didakwa melakukan pembiaran

Akan tetapi, Saldi Isra menyatakan memiliki pendapat berbeda dengan putusan tersebut. Salah satu pokok pendapat berbeda Saldi Isra adalah ia mengaku aneh luar biasa dengan putusan tersebut karena menilai hakim konstitusi lainnya berubah pendirian dengan cepat ketika memutus perkara dimaksud.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Widyo Suprayogi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Ada jaksa yang ditangkap dalam OTT KPK di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:15 WIB
X