INGAT kasus Rafael Alun Trisambodo ? Ternyata kasusnya hingga sekarang belum tuntas. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mengejar aset mantan pejabat Ditjen Pajak ini di berbagai lokasi, termasuk di Yogya.
Hingga saat ini KPK telah menyita 20 aset berupa tanah milik Rafael Alun dan sejumlah kendaraan yang nilainya mencapai Rp 150 miliar.
Tentu itu belum final, karena lembaga antirasuah ini masih terus melacak aset-aset Rafael Alun, baik yang diatasnamakan sendiri maupun orang lain. Seperti lazimnya kasus korupsi atau pencucian uang, pelaku akan menyamarkan harta kekayaannya, antara lain dengan mengatasnamakan orang lain, sehingga seolah-olah harta tersebut bukan miliknya.
Inilah pekerjaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri ke mana saja aliran dana yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Rafael Alun kini bisa diibaratkan sudah habis-habisan, karena semua hartanya terus dikejar aparat penegak hukum. Namun, apakah harta yang kini disita KPK bisa kembali ?
Tergantung putusan pengadilan nanti. Sepanjang harta tersebut tidak ada kaitan dengan tindak pidana, maka dikembalikan kepada yang bersangkutan. Sebaliknya, bila terkait dengan tindak pidana, baik itu korupsi, gratifikasi maupun pencucian uang, maka akan disita oleh negara.
Kasus Rafael Alun seharusnya menginsipirasi para pembuat undang-undang, yakni DPR dan pemerintah untuk segera membahas UU Perampasan Aset. Bila undang-undang ini diterbitkan, maka para pejabat bakal ketakutan karena tak lagi bisa mengelak mengenai asal-usul hartanya. Sebab, bila telah ada UU Perampasan Aset, maka pemilik harta harus membuktikan bahwa harta yang ia miliki diperoleh secara halal, tidak melanggar hukum.
Baca Juga: Pengalaman misteri saat mendaki Gunung Sindoro 2, Jaka berniat mencari mata air tapi malah tersesat
Bila yang bersangkutan tidak dapat membuktikan, maka harta tersebut disita oleh negara. Dalam terminologi hukum pidana, tindakan semacam ini sering disebut sebagai pembuktian terbalik. Sebab, yang membuktikan asal-usul harta bukan jaksa, melainkan orang yang diduga memperoleh harta secara tidak halal.
Boleh dibilang Rafael Alun sedang apes. Sebab, hanya gara-gara kasus anaknya yang melakukan penganiayaan dan pamer harta, Rafael menjadi terseret kasus lebih dalam dan serius. Akibat ulah anaknya itu, ia pun habis-habisan, kalau tidak boleh dikatakan dimiskinkan. Istilah ini sebenarnya sudah muncul ketika Ketua KPK dijabat Busyro Muqoddas yang punya obesei memisikinkan para koruptor. (Hudono)