SULIT membayangkan bagaimana perasaan orang yang menunggu eksekusi mati. Inilah yang dialami 500 narapidana di Indonesia yang kini sedang menunggu eksekusi mati. Mereka telah mendapat putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atas vonis mati. Namun, kapan vonis itu hendak dilaksanakan ? Itulah yang hingga kini belum ada kejelasan.
Pemerintah kini sedang menyiapkan RUU tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati. Rancangan dari pemerintah akan diserahkan Presiden Prabowo Subianto kepada Ketua DPR RI Puan Maharani. Masih belum dapat dipastikan RUU tersebut akan kelar menjadi undang-undang. Apakah dengan demikian 500 napi itu harus menunggu RUU disahkan ? Lagi-lagi jawabnya belum jelas.
Selama ini Indonesia memang masih memberlakukan pidana mati untuk kejahatan luar biasa, baik itu kasus terorisme, narkoba maupun korupsi. Namun eksekusinya tak mudah, harus menunggu proses panjang bahkan hingga bertahun-tahun. Tentu ini tidak memberi kepastian hukum bagi terpidana. Mereka hanya dibayangi ketidakpastian kapan akan dieksekusi.
Baca Juga: Transisi Energi ASEAN Berpotensi Ciptakan Krisis E-Waste Jika Tidak Diantisipasi
Komnas HAM sebenarnya tidak setuju dengan hukuman mati. Dasarnya, Pasal 28A UUD 1945 yang intinya menyebutkan, hak hidup seseorang tak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Negara harus menjamin hak hidup seseorang. Inilah yang kemudian menjadi polemik berkepanjangan. Karena itu, hingga saat ini Komnas HAM tetap menentang hukuman mati.
Namun secara hukum, pidana mati masih tetap berlaku di Indonesia. Dengan demikian eksistensinya masih tetap diakui. Hanya saja pelaksanaannya selektif melalui proses panjang, bahkan sampai presiden menolak grasi.
Permohonan grasi kepada presiden memang bukan langkah hukum, namun dapat mengubah putusan hukum. Dengan kata lain, bila presiden menerima grasi terpidana, maka hukuman mati dapat dihapuskan atau dikonversi menjadi seumur hidup atau dua puluh tahun penjara.
Baca Juga: Green Jobs Menjadi Arah Baru Profesi Teknik Lingkungan
Konversi hukuman inilah yang kini sedang diupayakan. Dalam KUHP yang baru, yang akan diberlakukan awal Januari 2026 nanti, hukuman mati bukanlah hukuman pokok melainkan alternatif yang pelaksanaannya sangat selektif. Bahkan hakim dapat menjatuhkan hukuman percobaan selama 10 tahun. Artinya, bila selama 10 tahun itu berkelakuan baik, maka hukuman diubah menjadi seumur hidup atau 20 tahun penjara.
Hukuman mati memang masih sangat diperlukan agar membuat pelaku jera, namun pelaksanaannya harus selektif dan melalui proses akhir, termasuk grasi. (Hudono)