PENJAHAT, apakah selamanya menjadi penjahat ? Belum tentu, tergantung situasinya. Ada penjahat yang benar-benar insyaf tak mengulangi perbuatannya setelah menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan. Tapi ada pula yang tidak kapok. Usai menjalani hukuman, berulah lagi melakukan kejahatan.
Agaknya inilah yang dilakukan JRM (19), warga Umbulharjo Yogya. Baru sebulan menghirup udara bebas, usai divonis satu tahun empat bulan penjara karena terlibat kasus curanmor, JRM kembali beraksi, kali ini menjambret HP milik seorang perempuan di kawasan Sinduadi Mlati Sleman. Korbannya Ny SN (48), warga Kutu Dukuh Sinduadi, yang saat itu baru pulang dari RS Sakinah Idaman karena baru operasi tumor.
Saat berjalan kaki itulah korban dipepet motor JRM yang langsung merampas HP di genggaman Ny SN. Meski sudah berusaha mempertahankan HP, korban tak kuasa melawan JRM.
Korban pun berteriak ’maling-maling’ hingga mengundang perhatian warga di sekitar lokasi. Warga yang mengetahui kejadian tersebut spontan mengejar pelaku hingga tertangkap. Selanjutnya pelaku dibawa ke kantor polisi untuk menjalani proses hukum.
Ironis, peristiwa tersebut terjadi pada siang hari bolong, namun suasana saat itu relatif sepi. Untungnya, warga tanggap dan langsung merespons teriakan korban. Andai korban tidak berteriak maling dan hanya diam, mungkin pelaku lolos. Kasus ini memberi pelajaran berharga bagi siapapun yang menjadi korban kejahatan untuk tidak ragu berteriak ketika mengalami kejadian seperti di atas.
Dalam praktiknya, penjambret, maling atau penjahat semacamnya akan panik ketika korban berteriak dan minta tolong. Dalam kondisi demikian, pertolongan segera datang dan alhasil maling tertangkap.
Baca Juga: Wawali Kota Blitar dilaporkan ke polisi, ini masalahnya
Biasanya, maling atau jambret yang tertangkap akan menjadi bulan-bulanan massa. Artinya, akan terjadi aksi main hakim sendiri. Hal demikian selama ini dianggap wajar, padahal sebenarnya tidak dibenarkan hukum.
JRM sepertinya tak jera untuk dipenjara, sehingga mengulangi perbuatannya. Alasan ekonomi, yakni tidak punya uang, tentu hanyalah dalih pelaku. Lantaran tak mau mencari uang halal, JRM memilih menjambret. Untung warga segera meringkusnya. Untuk kesekian kalinya JRM harus mendekam di penjara.
Hakim dapat pula memberatkan hukuman karena terdakwa mengulangi perbuatannya. Penjara adalah tempat yang tepat bagi pelaku kejahatan seperti JRM. Diharapkan sistem pembinaan di Lapas efektif untuk membuat pelaku kejahatan seperti JRM insyaf. (Hudono)